Para pekerja melakukan proses perawatan gedung Kantor Pusat Pertamina, di Jakarta, Selasa (21/3/2017). Dirut baru Pertamina Elia Massa Manik menghadapi tantangan yang tidak ringan termasuk harus meningkatkan kolektivitas kerja secara internal. Selain itu, Elia juga dituntut secara eksternal terampil menghadapi kondisi industri Migas yang masih lesu dan semakin kompetitif di tingkat global. AKTUAL/Tino Oktaviano
Para pekerja melakukan proses perawatan gedung Kantor Pusat Pertamina, di Jakarta, Selasa (21/3/2017). Dirut baru Pertamina Elia Massa Manik menghadapi tantangan yang tidak ringan termasuk harus meningkatkan kolektivitas kerja secara internal. Selain itu, Elia juga dituntut secara eksternal terampil menghadapi kondisi industri Migas yang masih lesu dan semakin kompetitif di tingkat global. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Pengamat energi Said Didu menyatakan, menteri-menteri harus merumuskan kebijakan dan menyampaikan risiko yang ada kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kondisi keuangan PT Pertamina yang tengah minus.

Menurutnya, Jokowi harus mengambil langkah cepat untuk menyelamatkan Pertamina, termasuk mempertimbangkan opsi menaikkan harga BBM atau menambah suntikan subsidi kepada Pertamina.

“Ada risiko yang sangat besar, yang harus dipilih ini harus keputusan presiden. Solusinya adalah menaikkan harga atau menaikkan subsidi. Tapi kalau lebih bagus itu kombinasi, naikkan sedikit harga. Untuk yang premium dan solar dan itu bisa diusulkan di APBNP,” katanya pada Senin (23/7).

Saat ini, Pertamina, harus menanggung selisih harga BBM lantaran pemerintah menahan kenaikan harga. Misal saja harga BBM jenis premium, saat ini ditahan di angka Rp 6.500/ liter.

Sedangkan harga asli BBM jenis premium tanpa subsidi adalah Rp 8.500/liter. Artinya, Pertamina harus nombok Rp 2.000/liter.

Begitupun Didu menjelaskan untuk solar, pemerintah hanya memberikan subsidi Rp 500 untuk solar. Saat ini harga solar di pasaran dunia Rp 8.350/liter sementara pemerintah menekan harga Rp 5.150/ liter. Artinya selisih kekurangan dari solar dan premium ditanggung Pertamina.

Terlebih, saat ini penetapan harga BBM oleh pemerintah masih menggunakan acuan tahun 2015 yang dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.

“Pelemahan kurs intinya tidak ekonomis maka harga jual akan dinaikkan makanya kan dulu tiap tiga bulan kan harganya ditinjau ya kan saat kebijakan ini ditetapkan harga minyaknya US$ 30-40/ barel kita menghitung bahwa selama masih US$ 50 /barel kurs Rp 13.000,” jelas Didu.

Sementara itu kondisi saat ini harga minyak dunia ada di kisaran US$ 70/barel dengan kurs Rp 14.500/ dolar.

“Itu US$ 50 dollar per barel dengan kurs dollar Rp 13.000 ya. Nah sekarang harga minyak di atas US$ 70 per barel dan kurs rupiah Rp 14.500,” kata dia.

“Kalau kata saya secara bertahap premium itu harus dihilangkan, karena tidak ada di negara manapun yang menjual Premium. Karena Premium ini nggak ada kilangnya lagi itu hanya campuran campuran aja, dan mohon maaf aja ada mafia dibalik premium,” ujar dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan