Dialog antarkelompok itu didorong untuk memetakan dan menyamakan definisi radikalisme, antikeberagaman, intoleransi dan segala turunannya secara proporsional dan terbuka, ujarnya.

Ia juga mengatakan negara perlu memperkuat pendidikan inklusif terkait interaksi antarkelompok masyarakat sipil untuk memperkuat keberagaman dan Bhinneka Tunggal Ika.

“Perlu ada gerakan-gerakan pendidikan inklusif yang menjadi wacana publik, terutama di antara kawan-kawan yang selama ini berada di peta yang berbeda,” kata Mardani.

Artikel ini ditulis oleh: