Jakarta, Aktual.com – Polemik latar belakang pendidikan Jaksa Agung ST Burhanuddin masih terus terjadi. Kali ini data Instagram resmi Kejaksaan RI pada 1 Oktober 2021 menuliskan gelar Jaksa Agung sebagai Prof. Dr. ST. Burhanuddin, S.H., M.H.

Begitu juga dalam rilis resmi Pusat Penerangan dan Hukum (Puspenkum) Kejaksaan Agung pada 1 Oktober 2021 menulis gelar Jaksa Agung sebagai Prof. Dr. ST. Burhanuddin, S.H., M.H.

Lantas apa yang baru dari gelar tersebut? Dalam penulisan gelar itu kali ini menyebutkan Burhanuddin sebagai magister hukum (M.H.) walau tidak disebutkan lulusan universitasnya.

Padahal, dalam tanggapan resmi Puspenkum pada 23 September 2021, sama sekali tidak ada penyebutan bahwa Burhanuddin pernah mendapatkan gelar magister hukum.

Sebelumnya, informasi latar belakang pendidikan Jaksa Agung Burhanuddin yang berbeda-beda itu mendapat sorotan dari berbagai kalangan termasuk dari mahasiswa.

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Soedirman (Unsoed), misalnya, berjanji akan menelusuri kebenaran latar belakang pendidikan Burhanuddin itu.

Foto dari IG Kejaksaan Agung (Ist)

Ketua BEM Unsoed Fakhrul Firdausi mengatakan, permasalahan tersebut berkaitan dengan kredibilitas atau kebenaran satu informasi yang menjadi landasan seseorang dikukuhkan mejadi profesor.

“Kami akan berusaha untuk mencari tahu itu (perbedaan informasi latar belakang pendidikan Jaksa Agung) semoa kami bisa segera mendapatkan,” kata Fakhrul seperti dikutip berbagai media massa daring beberapa waktu lalu.

Terkait dengan ketidakjelasan latar belakang pendidikan Burhanuddin itu, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pihaknya tidak berwenang megurusi perihal ijazah. Hal tersebut merupakan urusan Dirjen Dikti di Kemendikbudristek yang menangani administrasi di dunia pendidikan.

Terlebih, kata Mahfud, Kejaksaan Agung sudah mengklarifikasi latar belakang pendidikan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Tinggal Dirjen Dikti menilai apakah klarifikasi itu benar.

Klarifikasi yang dimaksud Mahfud merujuk kepada tanggapan resmi Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak pada 23 September 2021. Dalam tanggapannya, Leo –panggilan akrabnya – mengatakan  Burhanuddin menjalani pendidikan di 3 perguruan tinggi berbeda.

Berdasarkan dokumen dan data yang tercatat secara resmi di Biro Kepegawaian Kejaksaan Agung, Burhanuddin menyelesaikan pendidikan Strata 1 di Universitas 17 Agustus di Semarang. Kemudian pendidikan Strata 2 di Sekolah Tinggi Manajemen Labora di DKI Jakarta, dan Strata 3 di Universitas Satyagama di DKI Jakarta.

“Dokumen dan data pendidikan pada butir di atas, adalah sama dengan yang dipergunakan pada acara pengukuhan sebagai Guru Besar Tidak Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Pidana di Universitas Jenderal Soedirman,” ujar Leo.

Lewat penjelasannya itu, Leo justru membenarkan bahwa Jaksa Agung Burhanuddin bukan lulusan sarjana hukum (S1) dari Universitas Diponegoro (Undip) dan bukan lulusan magister manajemen (S2) Universitas Indonesia (UI) sebagaimana yang termuat dalam berbagai saluran informasi resmi Kejaksaan Agung.

Di Instagram Kejaksaan RI pada 29 Oktober 2019 tertulis Burhanuddin merupakan lulusan sarjana hukum (S1) Universitas Diponegoro (Undip) 1980 dan magister manajemen (S2) Universitas Indonesia (UI) 2001 dan doktor (S3) dari UI 2006. Pesan tersebut sudah dihapus dari Instagram Kejaksaan RI tanpa alasan.

Sementara dari buku Laporan Tahunan Kejaksaan RI 2012, Burhanuddin yang saat itu menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Perdata dan TUN (Jamdatun) disebut menyelesaikan jenjang pendidikan S1 sarjana hukum pidana Undip pada 1983.

Selanjutnya, S2 diraih Burhanuddin dari magister manajemen UI Jakarta pada 2001. Sedangkan gelar doktor (S3) dari Universitas Satyagama, Jakarta 2006.

Terkait perbedaan yang terjadi sejak 2012 itu, maka penting mengingat pernyataan Mahfud MD dalam sebuah program televisi pada November 2017. Ketika itu, Mahfud membahas tentang etika pejabat negara sesuai Tap MPR tentang Etika Kehidupan Berbangsa tahun 2001.

Pejabat negara yang mendapat sorotan publik karena kebijakan dan tingkah lakunya mundur dari jabatannya tanpa perlu menunggu putusan pengadilan. Tap MPR itu, kata Mahfud, masih berlaku hingga saat ini.

Sebagian Tap MPR tersebut berbunyi, “etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.”

Jika dikaitkan dengan informasi latar belakang pendidikan Jaksa Agung Burhanuddin yang berbeda-beda itu, apalagi sudah terjadi sejak 2012 ditambah tidak ada upaya untuk meluruskannya bukankah itu melakukan kebohongan publik? Lantas, mengapa pula Jaksa Agung Burhanuddin belum mundur?

Artikel ini ditulis oleh: