Jakarta, Aktual.com – Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Hajar Fickar menilai kasus dugaan perusakan, penjarahan ruko serta dan keterangan palsu di Kota Bandung, Jawa Barat dengan pelapor Budi Hartono Tengadi bisa dilanjutkan kembali. Perkara itu sebelumnya sempat dihentikan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Jabar dengan menebitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). 
Budi sendiri sudah menempuh proses hukum melalui Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Hasilnya diputuskan untuk melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan penyidik serta dilakukan tindakan penyitaan terhadap barang bukti tindak pidana yang berada di dalam tempat dan penguasaan terlapor.
Biro Pengawasan Penyidikan Bareskrim Polri  juga telah memerintahkan penyidik Direskrimum Polda Jabar untuk menindaklanjuti secara profesional, proposional, objektif, transparan dan akutabel serta mengirimkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) kepada pihak pelapor secara periodik. Namun sampai saat ini perintah tersebut belum ditindaklanjuti. 
Menurut Fickar, dengan adanya penetapan penyitaan PN Bandung tersebut, maka penyidik kepolisian bisa membuka kembali proses penyidikan perkara tersebut. 
“Dalam konteks peristiwa di atas karena sudah ada penetapan penyitaan PN Bandung, maka penyidik kepolisian bisa membuka kembali perkara dan melakukan pemeriksaan dalam proses penyidikan untuk dilanjutkan ke penuntutan,” kata Fickar saat dikonfirmasi, Rabu (12/6). 
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko sebelumnya akan mempelajari atau meneliti terlebih dahulu kasus tersebut. Kedepannya kata dia, tidak menutup kemungkinan akan dilanjutkan proses penyidikan tersebut. 
“Kami akan mempelajari dan ranahnya adalah fungsi pengawasan internal akan melakukan penelitian terhadap perkara yang dimaksudkan,” kata Trunoyudo saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu. 
Upaya Budi dalam mencari keadilan tak hanya sampai di PN Bandung. Budi juga menyurati Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian lantaran menduga adanya ketidak profesionalan oknum anggota Polri dalam menangani laporannya di Ditreskrimum Polda Jabar terkait perusakan, penjarahan dan keterangan palsu.
Budi juga mengutip pernyataan Kapolri yang meminta seluruh jajarannya untuk proaktif menindak tegas segala bentuk persekusi di berbagai daerah. Sebab, kata Kapolri, persekusi merupakan pelanggaran hukum yang tak termasuk delik aduan. Tanpa adanya aduan masyarakat, polisi bisa langsung memproses secara hukum. 
“Di tengah tuntutan masyarakat akan profesionalisme dan netralitas penyidik Polri, saya sependapat dengan Biro Wasidik Bareskrim Polri yang memerintahkan kepada jajarannya yaitu Polda Jabar untuk menjalankan pemeriksaan laporan saya secara profesional, proporsional, objektif, transparan dan akuntabel,” ungkap Budi.
Menurut dia, ada dua peristiwa hukum yang terjadi dalam kasus yang dialaminya. Pertama soal sewa-menyewa dimana dia menyewa sebuah ruko kepada seseorang, dalam konteks ini ranahnya hukum keperdataan. 
Kedua adalah peristiwa persekusi, memasuki suatu tempat yang masih dalam pengusaan dia selaku penyewa, pemalsuan, pengerusakan termasuk pencurian barang-barang miliknya.
“Peristiwa kedua inilah yang saya laporkan secara pidana, unsur perbuatan pidananya sangat terang benderang. Apalagi perbuatan oknum ormas tersebut telah mengambil alih kewenangan PN dalam eksekusi riil yakni memasuki tempat yang masih dalam penguasaan saya,” kata Budi. 
Dikatakan Budi, dapat dibayangkan bila polisi membiarkan orang-orang atau pihak tertentu melakukan perbuatan melakukan pembongkaran, pengeluaran barang, memindahkan barang secara ilegal, itu artinya sama saja mengajarkan masyarakat melanggar hukum. 
“Kami mohon Polda Jabar untuk segera membuka kembali kasus ini karena SP3 cacat demi hukum karena beralasan pada sewa dan perjanjian. Kita tantang netralitas dan profesionalitas polisi dalam penyelesaian kasus saya tersebut,” tutupnya. 

Artikel ini ditulis oleh: