Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Condro Kirono seusai melepas pemudik tujuan Wonogiri, Jawa Tengah, di halaman NTMC Polri, Jalan MT Haryono, Cawang, Jakarta Timur, Rabu (8/7/2015). Wahyu Wening/Tribratanews.com

Jakarta, Aktual.com — Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Pol Condro Kirono mengatakan bahwa pihaknya tengah menindaklanjuti dugaan tanda tangan palsu dari kuasa hukum pemohon uji materi kewenangan penerbitan SIM, STNK dan BPKB.

“Yang jelas temuan dari Majelis Hakim MK terhadap kemungkinan adanya tanda tangan yang dipalsukan oleh salah satu kuasa sudah ditiindaklanjuti oleh Polri,” kata Condro usai sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa (13/10).

Menurut Condro, dugaan pemalsuan tanda tangan itu masih dalam proses penyelidikan dan berpeluang naik ke penyidikan. “Pasti akan ditindaklanjuti. Mulai dari penyelidikan sampai nanti penyidikan. Masih dalam proses. Dan nanti disampaikan (ke MK),” ujarnya.

Untuk membuktikan dugaan tanda tangan palsu itu, pada Kamis 15 Oktober nanti, pihaknya akan memintai keterangan 5 orang saksi, dan Jumat 16 Oktober memintai keterangan 8 orang saksi lagi.

“Kamis kita akan mintai keterangan 5 orang, dan Jumat 8 orang lagi terkait dugaan tersebut. Kita akan terus tindak lanjuti dugaan tanda tangan palsu itu,” ucap Condro.

Sebelumnya Majelis Hakim Konstitusi, Maria Farida Indrati menemukan adanya indikasi tanda tangan palsu dari permohonan uji materi Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI (UU Polri) dan UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Maria mencurigai, tanda tangan para kuasa hukum pemohon seperti ditandatangani oleh satu orang saja.

“Tanda tangan para kuasa hukumnya saya melihatnya seperti ditandatangani oleh satu orang dalam perbaikan permohonan. Karena ini berbeda sekali dengan permohonan awal,” ujar Maria di dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (1/10) lalu.

Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Arief Hidayat juga meminta Polri mengecek kebenaran tanda tangan tersebut. Sebab, ini bisa dikategorikan sebagai tindak pidana. Namun karena ini bukan delik aduan maka ia mempersilakan Polri yang menangani persoalan ini.

Ia pun meminta Polri untuk independen dalam mengusut hal ini. Sebab menurutnya kredibilitas Polri juga dipertaruhkan. “Ini sangat bahaya. Saya mohon pihak terkait (kepolisian) bisa lihat disitu. Nanti coba dilihat,” ujar Arief.

Sekedar informasi, Pemohon yang terdiri dari warga negara bernama Alissa Q Munawaroh Rahman dan sejumlah LSM antara lain Indonesia Legal Roundtable (ILR), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Pemuda Muhammadiyah dan lainnya menggugat sejumlah pasal dalam UU Kepolisian dan UU LLAJ.

Dalam gugatannya, pemohon dari perorangan dan sejumlah LSM itu mempermasalahkan kewenangan Polri menerbitkan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kenderaan (STNK), dan Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).

‎Para pemohon menganggap kebijakan Polri mengeluarkan SIM, STNK, dan BPKB bertentangan dengan Pasal 30 ayat 4 UUD 1945. Dimana dalam Pasal 30 ayat 4 tersebut menyatakan polisi sebagai alat keamanan negara yang bertugas melindungi dan mengayomi masyarakat.‎

‎Dengan menguji Pasal 30 ayat 4 UUD 1945 itu, para pemohon menilai kewenangan Kepolisian hanya sebatas keamanan dan ketertiban masyarakat, bukan‎ mengurusi urusan administrasi seperti menerbitkan SIM, STNK, dan BPKB.

Undang-undang tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c UU Polri serta Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), Pasal 87 ayat (2) dan Pasal 88‎ UU LLAJ.

Artikel ini ditulis oleh: