Kementrian Agama pun akhirnya mengakui adanya mubaligh yang sudah wafat masuk daftar. “Iya benar. Yang bersangkutan telah wafat,” ujar Kepala Biro Humas Data dan Informasi Kementerian Agama Mastuki, beberapa waktu yang lalu.

Intervensi Pemerintah dalam Ruang Privat

Walau terlihat samar langkah terbaru pemerintah untuk masuk dalam keagamaan ini menambah daftar keinginaan pemerintah masuk dalam ruang-ruang privat masyarakat.

“Negara tidak perlu intervensi terlalu jauh dalam kehidupan beragama warga negara,” ujar Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdatul Ulama (LD PBNU) Maman Imanulhaq, beberapa waktu yang lalu.

Menurut dia, kalaupun perlu dibuat daftar mubaligh yang membuat daftar itu bukan Kemenag, tapi ormas-ormas Islam dengan merujuk ke kriteria yang ditetapkan.

“Yang membuat daftar mubaligh itu seharusnya Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Al-Irsyad Islamiyah, Persis dan yang lain,” kata dia.

Senada, anggota DPR RI, Saleh Pataonan Daulay, menilai soal keyakinan dan keagamaan tidaklah harus dicampuri pemerintah. Kementerian agama, sambung dia, haruslah kembali melaksanakan tugas pokoknya sebagai fasilitator pelaksanaan keyakinan dan kepercayaan umat beragama.

Selain itu menurut dia, kementerian agama tidak boleh merubah fungsinya sebagai satu-satunya penafsir dan sumber kebenaran.

“Pelaksanaan agama sudah semestinya dikembalikan kepada masing-masing umat beragama. Ini harus dilakukan secara bebas sesuai dengan ketentuan konstitusi dan aturan perundangan yang berlaku,” kata Saleh yang juga mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah tersebut.

Sedangkan Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis, berpendapat rekomendasi Kemenag tersebut tidak bisa mengikat bagi masyarakat. Kalau masyarakat membutuhkan mubaligh, mereka bisa mengundang nama-nama yang dianjurkan tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby