Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (tengah) menjawab pertanyaan wartawan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/5). Basuki Tjahaja Purnama atau yang dikenal dengan nama Ahok itu diperiksa selama delapan jam oleh KPK sebagai saksi terkait kasus dugaan suap dalam pembahasan raperda reklamasi Teluk Jakarta dengan tersangka mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan Karyawan Agung Podomoro Land. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A./aww/16.

Jakarta, Aktual.com — Anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi Nasdem Inggard Joshua menyadari, proyek reklamasi pantai utara yang diusung Pemeritah Provinsi DKI telah melanggar aturan-aturann hukum yang berlaku.

Sebab, payung hukum Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 52 Tahun 1995, yang dijadikan sandaran oleh Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk mengerjakan proyek bernilai Rp 500 triliun itu sudah tidak berlaku.

“Bahwa itu wewenangnya di tingkat pusat, karena raperda yang diberikan ke DPRD itu kan acuannya Perpres 1995, padahal itu kan dianulir dalam Perpres-perpres berikutnya,” papar Inggard, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (8/6).

Diakuinya, mega proyek reklamasi pantura Jakarta adalah kewenangan Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Hal itu karena, pantura Jakarta masuk sebagai kawasan strategis nasional.

‪”Sebenarnya kan ini bukan wewenangnya Pemprov. Kan jelas sudah dianulir oleh Pemerintah Pusat untuk distop,” pungkasnya.

Terkait siapa yang berwenang menguasai kawasan pantura Jakarta, sebetulnya sudah dijelaskan dengan adanya moratorium antara Pemprov DKI, KKP dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Tapi sayang moratorium ini juga mendapatkan banyak kritik. Lantaran dinilai hanya akal-akalan belaka. Toh sampai sekarang proyek reklamasi masih terus berjalan sesuai dengan keinginan Pemprov DKI.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby