Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi menjawab pers di Jakarta, Jumat (28/7/2023). ANTARA/Ilham Kausar
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi menjawab pers di Jakarta, Jumat (28/7/2023). ANTARA/Ilham Kausar

Jakarta, aktual.com – Polisi telah mengambil langkah serius dengan mengajukan peringatan internasional (red notice) kepada Organisasi Polisi Kriminalitas Internasional (Interpol) untuk mencari buronan terkait kasus tindak pidana perdagangan organ (TPPO), khususnya jual ginjal yang dilakukan dari Bekasi ke Kamboja.

“DPO (daftar pencarian orang) kita ajukan ‘red notice’ melalui Interpol, salah satunya adalah seseorang yang disapa Miss Huang,” ucap Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Hengki Haryadi, saat diwawancarai di Jakarta pada hari Jumat.

 

Hengki Haryadi menjelaskan bahwa Miss Huang memegang peran sentral dalam mengatur seluruh proses transplantasi ginjal di Kamboja, menjadikannya sebagai salah satu buronan yang paling diinginkan untuk ditangkap.

 

Kendati upaya penangkapan di Kamboja menghadapi beberapa kendala aturan hukum, pihak kepolisian telah melakukan langkah-langkah koordinasi intensif dengan pihak berwenang di negara tersebut. “Kemudian untuk perkembangan yang luar negeri, kami intens berkoordinasi, berkomunikasi dengan Divisi Hubinter Polri dan langsung ke atase pertahanan Kamboja. Jadi, sangat dibantu atase pertahanan Kamboja untuk berkoordinasi dengan intensif,” tambahnya.

 

Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah berhasil mengungkap peran 12 tersangka dalam kasus perdagangan organ ginjal internasional yang berpusat di Kecamatan Tarumajaya, Bekasi, Jawa Barat. Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Karyoto, mengungkapkan bahwa dari 12 tersangka tersebut, beberapa tergabung dalam sindikat, sementara yang lainnya beroperasi secara mandiri.

 

Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Pol Hengki Haryadi menjelaskan bahwa dari sepuluh orang yang termasuk dalam sindikat tersebut, sembilan di antaranya dulunya adalah pendonor ginjal, namun akhirnya terlibat dalam merekrut calon korban. Selain itu, ada juga dua orang dari pihak kepolisian dan imigrasi yang terlibat dalam kasus ini, meskipun tidak termasuk dalam sindikat.

 

Seluruh motif para korban yang mau menjual ginjal mereka dipicu oleh kesulitan ekonomi akibat dampak pandemi. Hengki menjelaskan bahwa para korban memiliki latar belakang profesi yang beragam, termasuk pedagang, guru, buruh, sekuriti, bahkan ada yang memiliki gelar S2.

 

Kasus ini menjadi sorotan penting karena melibatkan perdagangan orang lintas negara yang semakin kompleks. Melalui kerjasama dengan Interpol, diharapkan para pelaku kasus TPPO dapat ditangkap dan dihadapkan pada proses hukum yang adil demi keadilan bagi para korban.

Artikel ini ditulis oleh: