Jakarta, Aktual.co — Bareskrim Mabes Polri berhasil meringkus 65 orang tersangka pelaku penipuan dan pemerasan yang mengaku-ngaku sebagai pejabat atau pihak tertentu.
Para penipu itu merupakan Warga Negara Asing yang terdiri atas Warga Tiongkok 28 orang yang terdiri dari 23 laki-laki dan lima perempuan dan 37 orang Warga Taiwan yang terdiri dari 28 laki-laki dan sembilan perempuan.
Dia mengatakan, para pelaku tersebut ditangkap di tiga tempat berbeda yakni 22 orang ditangkap di Jalan Gedung Hijau 2 Nomor 8 Jakarta Selatan, 37 orang ditangkap di Jalan Penyelesaian Tomang Kavling DKI Blok 15/18 Jakbar, dan di Jalan Sriwijaya Nomor 5 Tanjung Pinang, Kepri sebanyak 6 tersangka.
Dia menyebut, penangkapan tersebut merupakan pengembangan dari hasil penyelidikan di empat kota yakni Jabodetabek, Medan, Kepri dan Balikpapan. “Penangkapan dilakukan pada 18 November secara serentak,” kata Kepala Subdit IT Cybercrime Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Rachmad Wibowo di Jakarta, Kamis (20/11).
Rachmad menuturkan modus operandi yang digunakan para pelaku yakni dengan mengaku sebagai pejabat kepolisian, jaksa, pegawai pajak atau pun pegawai bank untuk menipu para korban melalui telepon. Selanjutnya korban diminta untuk mentransfer sejumlah uang ke rekening bank di Tiongkok atau Taiwan sesuai kemauan pelaku.
Menurut dia, seluruh korban berada di Tiongkok dan Taiwan. “Korban-korbannya di luar negeri semua,” katanya.
Sementara jumlah kerugian yang ditanggung oleh para korban, pihaknya tidak mengetahui karena semua korban berada di luar negeri.
Lebih lanjut, dia mengatakan dalam menjalankan aksinya, pelaku menggunakan satu unit rumah mewah yang disewa dengan kisaran Rp35 juta – Rp50 juta per bulannya. Interior rumah tersebut disulap oleh pelaku seperti kantor.
“Ruangan disekat-sekat menggunakan kedap suara. Jadi ruangan di rumah itu dibuat seperti kantor polisi, ada suara printer, mesin ketik, dan suara teriakan orang agar lebih meyakinkan penipuan mereka,” katanya.
Para pelaku menguasai IT dan menyewa internet berkecepatan tinggi diatas 10 mbps per bulan untuk melancarkan aksinya. Para pelaku tersebut hanya fokus untuk bekerja di dalam rumah dan tidak pernah keluar rumah. Sementara logistik makanan diantar oleh supir yang merupakan WNI.
Menurut dia, selain di Indonesia, jaringan tersebut juga beroperasi di Filipina, Kamboja dan Vietnam. Rachmad mengatakan seluruh tersangka dilimpahkan ke Direktorat Jenderal Imigrasi untuk dideportasi ke Tiongkok dan Taiwan.
“Mereka dideportasi untuk diadili di negaranya masing-masing. Akan lebih cepat, murah, kalau diadili di negara mereka. Karena kalau diadili di sini, untuk melacak korbannya membutuhkan biaya tak sedikit,” katanya. [ant]

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu