Jakarta, Aktual.com – Perjanjian batu tulis menjadi cikal bakal perekat hubungan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto-Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri, yakni pada tahun politik 2014.
Dalam perjanjian batu tulis itu, PDIP dan Megawati akan mengusung Prabowo sebagai Capres pada Pilpres 2014. Tapi apa, “pil pahit” harus ditelan mentah-mentah oleh Prabowo, sebab Megawati berbalik malah mengusung Jokowi yang merupakan kadernya sendiri. Padahal bila boleh “menilik” pada Pilkada Jakarta 2012 Prabowo ikut serta membesarkan sosok Jokowi.
Kini Gerindra dan PDIP telah memiliki jalan yang berbeda, meskipun sejak Pilpres 2009 Prabowo dan Megawati sangat akrab hubungannya. Lalu bagaimana stategi Prabowo di Pilpres 2019 ini? Terlebih, saat ini Prabowo belum secara serius menatap Pilpres 2019, sekalipun kader Gerindra telah mengusungnya.
Berbeda dengan manuvernya pada pilpres 2014. Dimana Prabowo telah jauh-jauh hari sosialisasi untuk dirinya secara serius menatap Pilpres 2014. Pilpres 2014 silam memang Prabowo memiliki momentun, karena dikala itu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah habis masa jabatannya menduduki kursi RI 1. Dan tentu SBY sudah menjadi presiden selama dua periode. Sehingga sudah pasti SBY tidak bisa lagi kembali maju sebagai capres.
Momentum terbaik Prabowo memang sesungguhnya ada pada pilpres 2014 silam, sehingga dikala itu Prabowo dengan mantap secara jauh hari untuk mempersiapkan dirinya sebagai capres. Ditambah lagi dalam tubuh Demokrat tidak ada kader potensial kuat untuk dimajukan sebagai capres, selain SBY.
Elektabilitas Prabowo ketika itu boleh dibilang “melibas” tokoh-tokoh besar lainnya, seperti Megawati, Ical, Surya Paloh, hingga Jusuf Kalla. Prabowo selalu merajai hasil survei sebagai capres selanjutnya setelah SBY, nah inilah momentum Prabowo tersebut.
Melambungnya nama Prabowo ketika itu memang secara tak langsung berkat kemenangan Jokowi-Ahok, karena tak henti-hentinya digempur serangan pemberitaan media. Belum lagi, kemenangan Jokowi pada Pilkada Jakarta, membuat Prabowo sebagai sosok dibalik kesuksesan Jokowi.
Jika merujuk pada momentum pilpres 2014, kali ini pada pilpres 2019 Prabowo mungkin tak mau mengulangi kesalahan yang sama seperti yang terjadi pada pilpres 2014. Prabowo sepertinya tengah mengamati dinamika politik kini, mulai dari wacana poros ketiga yang akan dibentuk Demokrat, PKB dan PAN.
Belum lagi kode SBY terhadap Jokowi. Prabowo kali ini menyadari, salah mengamati momentum sedikit saja bisa saja kegagalan pilpres 2014 akan menghampirinya kembali.
Hasil Pilkada 2018 jadi Nilai Tawar