Hampir disetiap daerah calon-calon yang diusung oleh partai besar seperti Gerindra hanya sedikit yang menang, sebaliknya calon-calon yang didukung oleh sejumlah partai menengah seperti PAN dan PKS justru berjaya.
PAN adalah pendukung pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, tetapi PAN sering berseberangan dengan pemerintah. Parpol yang dikomandoi Zulkifli Hasan ini juga sama-sama berambisi mengusung ketua umumnya sebagai capres atau cawapres.
Itu artinya, Gerindra yang ketika 2014 “bersandingan” dengan PAN bakal berubah pikiran pasca pilkada serentak 2018 ini. Karena itu tadi calon-calon yang diusung oleh Gerindra hanya sedikit yang menang di sejumlah daerah.
“Meskipun ada juga argumentasi bahwa partai menengah ini bukan pengusung utama, hanyalah parpol pendukung. Tetapi yang jelas, hasil pilkada serentak ini menaikkan posisi tawar mereka terhadap dua partai besar tersebut,” kata Sekjen Komnas RIM Ilham Yunda ketika ditemui di Kantor ILEW, Jalan Veteran 1 No. 33, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (10/7/2018).
Sebelum pemilu serentak, kata dia, ada tiga kelompok partai terkait dukungan ke pemerintah. Kelompok pertama, lima partai yang sudah mendeklarasikan secara resmi dukungan ke petahana Jokowi yakni PDI-P, Partai Golkar, Partai Nasdem, PPP, dan Partai Hanura.
Kelompok kedua Partai Gerindra dan PKS memposisikan diri sebagai oposisi sejak awal pemerintahan Jokowi dan masih konsisten hingga pilkada serentak yang lalu. Kelompok ketiga terdiri dari Partai Demokrat, PKB dan PAN. Hubungan ketiga partai ini bersifat cair satu sama lain maupun dengan kelompok partai pertama maupun kedua.
Jika menilik dari hasil pilkada serentak yang berada di pulau Jawa, apakah Prabowo tetap akan “memotong” hasrat Prabowo di Pilpres 2019 ini. Terlebih, sejumlah lembaga survei memotret kekalahan Partai Gerindra di tiga provinsi di Pulau Jawa, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kekalahan Partai Gerindra versi hitung cepat di Pulau Jawa ini dinilai sebagai peringatan bagi Prabowo agar berpikir matang sebelum maju sebagai calon presiden penantang Joko Widodo. “Ini pukulan telak bagi Prabowo dengan kekalahan sejumlah jagoannya,” kata pengamat politik Indonesia Public Institute (IPI) Jerry Massie kepada redaksi.
Apalagi diketahui selama ini Jawa Barat merupakan lumbung suara Prabowo dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014. Kekalahan Gerindra dalam pilkada yang digelar di Pulau Jawa diakibatkan strategi dan konsep politik yang lemah serta kurangnya militansi kader.
“Jadi kekalahan di tiga provinsi dengan pemilih terbesar bisa menjadi bumerang bagi Prabowo untuk bisa menyalip Jokowi,” ucap Jerry.
Hasrat yang menggebu-gebu dan tak pernah padam boleh saja. Tapi, hattrick kekalahan beruntun pada 2004, 2009 dan 2014 tentu harus menjadi pertimbangan besar. Apalagi, dana triliunan rupiah sudah digelontorkan untuk memenuhi hasratnya.
Jerry mengatakan bahwa dengan sejumlah kekalahan di Pulau Jawa, Gerindra harus mempertimbangkan ulang untuk mengusung Prabowo. Terlebih, ada sejumlah nama seperti ekonom senior Indonesia Dr. Rizal Ramli, politisi Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo.
Apa yang disampaikan Jerry, tentu menjadi asupan untuk Gerindra, karena bagaimana pun suara mereka memang terendah berdasarkan hasil Pilkada. Apalagi, belakangan ini PKS selaku partai yang solid bersama Gerindra akan memilih keluar jalur. Itu artinya Gerindra bakal ditinggal sendirian.
“Itu enggak bisa ditawar. Cawapres harus dari PKS. Kami enggak mau jadi penggembira saja dalam pilpres ini. Kalau kami disuruh dukung-dukung saja, mungkin enggak? Mungkin kami lebih baik jalan masing-masing saja,” kata Anggota Majelis Syuro PKS, Tifatul Sembiring di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/7/2018).
Karena, kata dia, saat ini memang banyak partai yang menghendaki kadernya menjadi cawapres pendamping Ketua Umum Gerindra itu. Di antaranya ialah PAN yang menyodorkan Ketua Umum Zulkifli Hasan dan Demokrat yang mengusulkan Agus Harimurti Yudhoyono.
Karena itu, PKS membuka opsi berkoalisi dengan partai lainnya, seperti Demokrat, untuk meloloskan opsi cawapres dari partainya. Apalagi, kata Tifatul, Pemilu 2019 berlangsung serentak antara pilpres dan pileg sehingga dibutuhkan kader partai sebagai capres atau cawapres untuk meningkatkan keterpilihan partai di legislatif.
Meski Gerindra memunculkan opsi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai cawapres pendamping Prabowo, Tifatul optimistis kader dari PKS tetap yang dipilih. Sejauh ini PKS masih tetap optimistis bisa berkoalisi dengan Gerindra meski belum mencapai titik temu hingga kini.
“PAN juga sudah dikasih kesempatan, 2014 mereka cawapres, capres Prabowo, tapi yang setia sampai sini kan PKS,” lanjut dia.
PKS sendiri telah mengajukan sembilan kadernya sebagai cawapres bagi Prabowo. Itu adalah Gubernur Jawa Barat dari PKS Ahmad Heryawan, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid, mantan Presiden PKS Anis Matta, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufrie, mantan Presiden PKS Tifatul Sembiring, Ketua DPP PKS Al Muzammil Yusuf, dan Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera. Gerindra maupun PKS tidak cukup untuk mengusung sendiri capres-cawapres. Namun, koalisi keduanya cukup untuk mendaftarkan calon ke KPU.
Ancaman PKS ini tampaknya tak main-main, terlebih pada 2014 PKS yang juga satu jalur dengan Gerindra merelakan agar posisi cawapres Prabowo di 2014 diisi oleh PAN. Gerindra pun memaklumi itu.
“PKS dengan Gerindra itu sudah demikian lamanya bekerja sama dan kemudian PKS juga sudah selama ini sengan sabar menunggu penjajakan,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/7/2018).
Itu sebabnya, Gerindra mengaku memahami sikap PKS yang bersikukuh agar kadernya mendapat posisi calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019. “Kemudian secara bersama di pilkada-pilkada sehingga statement dari PKS tersebut saya bisa mengerti dan memahami dan dapat menerima bahwa keinginan PKS cawapres harus dari PKS,” lanjut dia.
Partai Gerindra, kata dia, dalam waktu dekat ini akan duduk bersama dengan PKS dan PAN untuk membicarakan opsi-opsi cawapres pendamping Prabowo. Terlebih, PKS telah menyodorkan sembilan nama sebagai cawapres. Sementara PAN mengusulkan ketua umumnya, Zulkifli Hasan.
Selain itu, muncul juga nama Gubernur DKI Jakarta Anies Badwedan yang diusulkan sebagai capres atau cawapres. Namun, Dasco menegaskan, partainya masih terikat dengan keputusan rakornas yang menyatakan Prabowo Subianto sebagai capres dari Partai Gerindra.
“Ya, nanti kan itu kita akan bicara dalam waktu dekat. Tapi kan kalau Gerindra sudah pasti bahwa capres yang akan dimajukan Prabowo Subianto berdasarkan amanat rakornas dan belum ada perubahan,” kata Dasco.
Sementara, Ketua DPP Partai Gerindra Desmond J Mahesa mengaku partainya tengah menunggu penetapan cawapres dari pejawat Joko Widodo. Untuk mendampingi Prabowo, Gerindra akan seperti bermain catur.
“Belum, semuanya tergantung Jokowi kok. Ya ngapain, kita kan kayak maen catur, musuh dulu baru kita lawan,” kata Desmond di Jakarta.
Sama seperti Jokowi yang mengklaim bahwa sudah mengantongi nama untuk menjadi pendamping pada Pilpres 2019, Desmond juga menuturkan, Prabowo juga sudah mengantongi nama untuk menjadi cawapres pendamping Ketum Partai Gerindra itu.
“Kita juga sudah mengantongi (nama-nama cawapres). Banyak, kita lihat dulu, sebelum jam 12 malam (akhir pendaftaran capres-cawapres), kita sudah siap juga,” ujar dia.
Dia mengaku, Gerindra memiliki lima nama kandidat calon cawapres Prabowo. Gerindra disebut Desmond tengah mengamati manuver dari lawannya hingga pendaftaran Pilpres 2019 oleh KPU pada 3-10 Agustus mendatang.
“Ya tentunya kita juga lebih daripada lima nama ya, karena dalam waktu setengah bulan ini kan simulasi yang mateng ya, kan tinggal setengah bulan lagi ini. Musuh pasang ini, kami pasang ini, kan gitu caranya. Begitu juga Jokowi melihatnya,” kata dia.
Calon kandidat Prabowo dalam mengikuti kontestasi Pilpres 2019, disebutkan Desmond diantaranya Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono. “(Anies) ya salah satunya, (AHY) salah satu juga,” kata dia.
Sinyal Gerindra-Demokrat