Bagi-Bagi Proyek Rini-Sofyan

Terkait kasus bocornya percakapan Menteri BUMN, Rini Soemarno dengan Dirut PLN, Sofyan Basir, menunjukkan sebagai indikasi semakin sengitnya persaingan antar kubu yang ingin menjadikan BUMN sebagai bancakan. Salamuddin Daeng menilai sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat ini berada dalam bancakan oligarki yang semakin menggila.

“Pihak yang membocor rekaman kemungkinan besar adalah orang dalam kekuasaan itu sendiri yang tengah bersaing merebut proyek,” kata Daeng.

Selama ini lanjut Daeng, alasan pembangunan infrastruktur ‘menjadi jualan’ oleh Pemerintah, termasuk infrastruktur energi. Lalu sejumlah BUMN diholdingkan dengan tujuan mencari pendanaan atau pinjaman utang. Adapun proyek Infrastruktur tersebut menjadi sasaran empuk menghidupkan bisnis oligarki.

“Proyek ini ditenggarai dibagi-bagikan kepada oligarki pengusaha yakni penguasa itu sendiri dan kelompoknya yang mempunyai bisnis di bidang kontraktor infrastruktur,” terangnya.

Ichsanuddin Noorsy menambahkan munculnya rekaman bagi-bagi proyek Rini-Sofyan merupakan salah satu dari dua kasus besar yang menimpa Menteri Rini. Pada 17 April lalu, dirinya pernah menyampaikan Pemerintah telah melanggar UU. Pertama terkait percepatan kontrak Hutchinson dan JICT pada kasus Pelindo II.

“Ada dua hal yang melanggar Undang-undang. Pertama, pengalihan pendapatan menjadi biaya. Ini praktek konglomerasi Indonesia. Kalau presiden Obama pasti sudah teriak-teriak,” jelasnya pakar ekonomi Ichsanuddin Noorsy.

Soal hitung-hitungan angka, menurutnya ada kerugian Rp4 triliun, maka percepatan kontrak harus segera diputuskan.

“Itu sudah terjadi di 2015, dan bahkan hingga hari ini rekomendasi pansus DPR tidak berjalan. Presiden yang tidak menjalankan rekomendasi Pansus DPR berarti melanggar UU,” jelasnya.

Setelah pansus, Presiden memang mengeluarkan surat, namun hingga sekarang kasus yang menyeret Rini Soemarno-RJ Lino tersebut tak kunjung selesai, begitupan di KPK dan Trunojoyo (Polri)

“Kasusnya menggantung di Kuningan (KPK) dan Trunojoyo (Polri). Ini tidak mungkin menggantung kalu tidak ada permainan high class. Rini begitu memanfaatkan kasus ini,” tegasnya.

Kasus kedua, lanjut Noorsy, yaitu Holding BUMN. Holding ini merupakan motif untuk penutup jejak jahat perbankan. Contohnya, Holding empat bank yang ditengarai dijadikan sapi perah Menteri BUMN.

“Kasus terakhir yaitu Mantan Dirut Pertamina Karen jadi tersangka. Saya tidak terkejut karena itu adalah kerannya mafia migas. Sejak Soekarno ingin nasionalisasi aset, maka sumber daya alam melalui monopoli BUMN menjadi sapi perah,” jelasnya.

Page 5: BUMN Dijadikan Alat Kepentingan Politik

Artikel ini ditulis oleh:

Eka