Khodim Zawiyah Arraudhah, KH.Muhammad Danial Nafis berikan tausiyah singkat dalam agenda peringatan haul ke-205 Imâmul Auliyâ' Quthbul 'Alam Maulal 'Arobi Ad-Darqowi Qs di Zawiyah Arraudhah, Jakarta. Foto: Aktual / Ahmad Warnoto.

Jakarta, aktual.com – Kehidupan, dengan segala kompleksitas dan dinamikanya, seringkali menghadirkan tantangan dan ujian bagi individu. Dalam Islam, pemahaman terhadap masalah kehidupan sangat dalam dan mencakup aspek spiritual, moral, dan sosial.

Rasulullah Saw bersabda,

مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidaklah seorang muslim tertimpa kecelakaan, kemiskinan, kegundahan, kesedihan, kesakitan maupun keduka-citaan bahkan tertusuk duri sekalipun, niscaya Allah akan menghapus dosa-dosanya dengan apa yang menimpanya itu.” (HR. Bukhari)

KH. M. Danial Nafis mengatakan, masalah kehidupan yang datang kepada kita merupakan bentuk ujian agar tetap meneguhkan kesabaran, menguatkan rasa syukur dan bertawakal.

“Tetapi bagaimana dia mampu menghadapi berbagai masalah di dunia dengan keteguhan sabar, syukur dan tawakkalnya,” ungkapnya saat mengisi kajian di Zawiyah Arraudhah, Jakarta, Selasa (21/11).

“Bagi seorang hamba untuk mencapai kesadaran yang demikian, diperlukan berbagai ujian dan tempaan. Hingga akhirnya dia hanya bisa berpasrah diri dan merintih ‘Ya Rabb, Ya Rabb’,” lanjutnya.

Ketika seorang muslim yang tidak mampu berpegang teguh kepada Allah dalam setiap masalah yang menimpanya akan membuat dirinya lalai hingga tidak sadar ia melakukan kemaksiatan dan menyalahkan atas apa yang telah Allah Swt timpakan kepadanya.

Hal ini justru merupakan bentuk dosa karena menolak takdir dan menyalahkan Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda,

الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا ‏.‏ وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

Artinya: “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih Allah cintai daripada seorang mukmin yang lemah, walaupun sama-sama memiliki kebaikan. Bersemangatlah pada hal yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan pada Allah, dan janganlah kamu putus asa. Jika terjadi musibah padamu, janganlah kamu katakan: ‘Seandainya aku tadi melakukan ini dan itu’, tetapi katakanlah: ‘qadarullah wamā syā’ fa‘al’ (Takdir Allah dan yang Dia kehendaki dilakukan-Nya) karena sesungguhnya ucapan ‘seandainya’ itu membuka pintu setan.” (HR. Muslim).

Dalam hal ini, Kyai Nafis melarang setiap muslim untuk buruk sangka terhadap Allah Swt. Karena, setiap ujian yang diberikan oleh Allah Swt merupakan bentuk kasih atau teguran untuk kembali kepada-Nya.

“Jangan suuzhon (bersangka buruk) dahulu kepada Allah jika dirimu ditimpakan berbagai problematika dan ujian dari Allah, bisa jadi karena Allah senang akan rintihan ruju’ (kembali) mu kepada Allah. Tapi kebanyakan orang tidak kuat jika diberikan kondisi seperti itu. Sebab hatinya gelap tidak mendapat bimbingan dari seorang Mursyid yang senantiasa menuntunnya untuk selalu berdzikir dan ruju’ kepada Allah,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Rizky Zulkarnain