Jakarta, aktual.com – Surat dari Kementerian UMKM yang meminta pendampingan enam Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) selama kunjungan Agustina Hastarini, istri Menteri UMKM Maman Abdurrahman, ke Eropa, menuai sorotan dan kritik tajam dari sejumlah pihak. Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) menyebut surat tersebut berpotensi mengandung pelanggaran.
“Ya, surat itu mengandung pelanggaran ya. Bisa merupakan pelanggaran etik, disiplin, atau pidana,” ujar peneliti dari Pukat UGM, Zaenur Rohman, kepada wartawan, Senin (7/7/2025).
Zaenur menilai bahwa surat tersebut mencerminkan kegagalan dalam membedakan antara kepentingan pribadi dan urusan kedinasan. Hal inilah yang disebutnya sebagai pelanggaran etika. Ia juga menambahkan, bila surat tersebut dikirim melalui sekretariat jenderal Kementerian UMKM, maka bisa masuk kategori pelanggaran disiplin.
“Dia bisa menjadi pelanggaran pidana kalau ada anggaran pemerintah, anggaran instansi yang digunakan untuk melakukan pemenuhan permintaan-permintaan. Itu bisa merupakan pelanggaran terhadap Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Tipikor, yaitu merugikan keuangan negara,” sambungnya.
Ia juga mengkritik isi surat tersebut sebagai tindakan yang tidak etis dan mencerminkan pola pikir feodal yang masih mengakar di kalangan pejabat.
“Ini mencerminkan kegagalan untuk membedakan mana urusan privat, mana urusan dinas, urusan publik, urusan pemerintah,” tutur Zaenur.
Zaenur mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa kemungkinan adanya penggunaan anggaran negara, baik dari Kementerian UMKM maupun KBRI, dalam pelaksanaan kunjungan tersebut.
“Kalau anggaran misalnya dikeluarkan oleh KBRI, anggaran berarti punya APBN, anggaran pemerintah, kalau itu digunakan untuk kepentingan pribadi secara melawan hukum, itu korupsi,” jelasnya.
“Kalau anggarannya berasal dari internal kementerian, itu juga korupsi,” sambungnya.
Ia juga menyerukan agar Presiden Prabowo Subianto mengambil sikap atas kasus ini, termasuk dengan meminta Sekretariat Kabinet menelusuri kebenaran isi surat dan memberikan sanksi apabila ditemukan pelanggaran.
“Saya pikir juga presiden perlu melakukan penertiban terhadap pembantunya. Melalui Seskab misalnya untuk memperjelas perkara ini dan jika memang terbukti harus memberikan peringatan dan memberikan sanksi,” ujar Zaenur.
Sebagai informasi, surat bernomor B-466/SM.UMKM/PR.01/2025 dari Kementerian UMKM yang menjadi polemik itu tertanggal 30 Juni 2025. Surat tersebut ditujukan kepada enam KBRI dan satu konsul jenderal RI, berisi permintaan pendampingan selama kunjungan Agustina Hastarini ke berbagai kota di Eropa, antara lain Istanbul (Turki), Pomorie dan Sofia (Bulgaria), Brussels (Belgia), Paris (Prancis), Lucerne (Swiss), dan Milan (Italia), dalam rangka kegiatan misi budaya.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain






















