Jakarta, Aktual.com — Ketika orang tua telah meninggal dunia, maka tidak ada yang diharapkan dari yang hidup kecuali apa-apa yang bisa memberikan manfaat kepada akhiratnya, berupa pahala dan yang dapat menyelamatkannya dari siksa api Neraka. Di antara yang dapat memberikan manfaat kepada orang tua setelah meninggal dunia dan dapat dilakukan oleh sang anak dalam mewujudkan bakti dan cintanya kepada ayah dan ibunya sebagai berikut.
Rasulullah SAW pun pernah bersabda,
ا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ نَعَمْ الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا
Artinya, “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, adakah tersisa perbuatan bakti kepada orang tua yang masih bisa saya lakukan sepeninggal mereka? Rasulullah SAW menjawab, ‘Berdoa untuk mereka, memohonkan ampunan, melaksanakan janji mereka, menyambung tali silaturahim yang hanya terhubung melalui mereka serta memuliakan teman-teman mereka‘.” (HR. Ahmad 3/279, Bukhari dalam kitab “Adabul Mufrad”, Abu Daud no. 5142)
Hadis tersebut menasehatkan agar kita berdoa dan memohon ampun bagi orang tua kita, melaksanakan wasiatnya, memuliakan sahabat-sahabatnya, menyambung silaturahmi dengan kerabat-kerabatnya.
1. Amalan soleh yang dilakukan anak
Seorang anak hendaknya bersungguh-sungguh dalam menjalankan ketaatannya kepada Allah SWT, karena setiap amal soleh yang dikerjakan sang anak pahalanya akan sampai kepada kedua orang tua yang beriman walaupun ia tidak mengatakan, “Amal ini aku hadiahkan untuk ibu atau ayahku”, atau pun ucapan yang semisal, karena anak merupakan bagian dari usaha orang tuanya, dan hal itu sama sekali tidak mengurangi pahala sang anak. Sebagaimana yang Allah SWT firmankan,
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
Artinya, “Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”( an-Najm : 39)
Dan, anak merupakan bagian dari usaha orang tuanya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
إنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلْتُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ وَإنَّ أَوْلَادَكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ
Artinya, “Sesungguhnya sebaik-baik apa yang kalian makan adalah dari usaha kalian, dan sesungguhnya anak-anak kalian adalah termasuk bagian dari usaha kalian.” (HR. at-Tirmidzi: 1358, Ibnu Majah: 2290 dan Ahmad: 6/162 (lihat Shahih Ibnu Majah: 1854))
Maksud dari kedua dalil tersebut adalah apabila ada seorang anak menjalankan ketaatan, seperti salat, puasa, dan amalan ketaatan lainnya, maka tidak perlu sembari mengatakan, “aku berikan pahala ibadah ini untuk kedua orang tuaku”, karena pahala ibadah tersebut akan sampai kepada orang tua. Justru pengucapan tersebut tidak ada dasarnya dari Hadis Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam maupun praktek para Sahabat.
2. Doa anak yang saleh kepada kedua orang tua serta memintakan ampunan atas dosa-dosanya
Allah SWT berfirman,
رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Artinya, “Dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku waktu kecil.”(al-Isra : 24)
Dan Rasulullah SAW bersabda,
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
Artinya, “Apabila manusia meninggal dunia, maka terputus amalannya, kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim: 1631)
3. Termasuk berbuat baik kepada orang tua setelah meninggalnya adalah dengan cara memuliakan teman-temannya, sanak kerabat dan saudara-saudaranya
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيْهِ
Artinya, “Kebaikan yang terbaik adalah jika seseorang menyambung orang yang disenangi bapaknya.” (HR. Muslim: 2552)
Dalam Hadits yang lain dari Abu Burdah radhiyallahu’anhu, beliau mengatakan: “Aku datang ke kota Madinah lalu datanglah kepadaku Abdullah Ibnu ‘Umar seraya berkata, “Taukah kamu kenapa aku datang kepadamu?”, maka aku menjawab: “Aku tidak tahu.” Maka beliau Ibnu ‘Umar mengatakan: “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَصِلَ أَبَاهُ فِيْ قَبْرِهِ فَلْيَصِلْ إِخْوَانَ أَبِيْهِ بَعْدَهُ
Artinya, “Barang siapa ingin menyambung orang tuanya setelah meninggalnya, hendaklah ia menyambung teman-teman (saudara) orang tuanya setelahnya dan sesungguhnya antara ayahku (Umar) dan ayahmu memiliki tali persahabatan dan saling mencintai, maka aku ingin menyambung hal itu (setelah matinya).” (HR. Ibnu Hibban: 2/175, termaktub dalam Shahih al-Jami’: 5960)
Sungguh para Sahabat sangat memahami hal tersebut dan mereka sangat memperhatikannya. Sebagai penguat Hadis dan contoh di atas adalah apa yang dilakukan oleh Sahabat Ibnu ‘Umar Radhiyallahu’anhuma juga, bahwasanya Beliau memiliki seekor keledai yang biasa beliau tunggangi dan imamah yang biasa untuk mengikat kepalanya. Tatkala beliau berada di atas keledainya, tiba-tiba lewatlah seorang Arab badui, beliaupun berkata kepadanya, “bukankah Anda fulan anaknya fulan?” Maka si badui pun berkata: “benar”, kemudian Beliau memberikan keledainya kepada badui tersebut sambil mengatakan: “naikilah keledai ini dan pakailah imamah ini untuk mengikat kepalamu”. Mendengar hal tersebut, berkatalah sebagian sahabatnya, “Mudah-mudahan Allah SWT mengampuni dosamu, kamu memberikan keledai yang senantiasa kamu tunggangi dan imamah yang senantiasa kamu pakai untuk mengikat kepalamu”, maka Abdullah Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma mengatakan, “aku mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيْهِ
Artinya, “Termasuk kebaikan yang paling baik adalah seorang anak menyambung hubungan dengan keluarga orang yang dicintai orang tuanya setelah meninggalnya”. (HR. Muslim: 2552)
Dalam kisah tersebut bahwasannya dahulu bapak orang badui tersebut adalah teman baik Umar.
4. Termasuk berbakti kepada orang tua setelah meninggalnya adalah dengan bersedekah berupa ilmu, membangun masjid, menggali sumur, memberi mushaf, dan lainnya dari amal jariyah yang akan sampai pahalanya kepada orang tuanya
Aisyah Radhiyallahu’anha meriwayatkan, bahwasanya seseorang pernah berkata kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, “Sesungguhnya ibuku meninggal secara tiba-tiba dan tidak sempat berwasiat, dan aku mengira jika dia bisa berbicara maka dia akan bersedekah, apakah baginya pahala jika aku bersedekah untuknya dan apakah aku juga akan mendapatkan pahala?”, maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Ya”. Kemudian orang tadi mengatakan, “Aku bersaksi bahwa kebun yang berbuah ini aku sedekahkan atas namanya.” (HR. al-Bukhari: 2605 dan Muslim: 1004)
Tentang Hadis shahih ini, kita tetapkan apa adanya, akan tetapi walaupun sang anak tidak meniatkan pahala untuk orang tuanya pun secara langsung pahala tersebut akan sampai, karena anak merupakan bagian dari usaha orang tua, sebagaimana seperti penjelasan sebelumnya.
5. Menunaikan wasiatnya jika tidak melanggar syari, membayarkan hutangnya baik harta maupun puasa nadzar
Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ، صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
Artinya, “Barangsiapa yang meninggal dan masih menanggung hutang puasa, maka walinya yang menunaikannya.” (HR. Bukhari, Muslim, dll)
Ada pun sebuah nasehat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berbakti kepada orang tuanya adalah, wahai para anak berbaktilah Engkau kepada orang tua kalian, sesungguhnya doa mereka sangat mustajab (terkabulkan), sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ لَا تُرَدُّ: دَعْوَةُ اْلَوَالِدِ لِوَلَدِهِ وَ دَعْوَةُ الصَّائِمِ وَ دَعْوَةُ الْمُسَافِرِ
Artinya, “Ada tiga doa yang tidak diragukan lagi akan pengabulannya, yaitu doanya orang terdhalimi, doanya orang musafir, dan doanya orang tua kepada anaknya.” (HR. Ibnu Majah: 3862, dan tercantum dalam Shahih al-Jami’: 3033)
Maksud dari Hadis diatas adalah suatu kabar gembira untuk seorang anak yang berbakti dan berbuat baik kepada orang tuanya, apabila setiap hari kita keluar rumah, sedangkan ayah dan ibumu mendoakan kebaikan kepadamu. Dan sebaliknya, kabar kehinaan bagi kita manakala kita keluar rumah, sedangkan kedua orang tua mendoakanmu dengan kejelekan dan laknat. Bersambung…….
(Sumber: Al Quran; Tabshiratul Anam bil Huquq fil Islam, karya Syaikh Abu Islam Shalih Toha, cet. pertama bulan Ramadhan 1427, terbitan ad-Dar al-Atsariyah, Amman, Yordania; Al-Islam Muyassarah dalam pembahasan Birrul Walidain, karya Syaikh Ali Hasan Al-Halabi)
Artikel ini ditulis oleh: