Ilustrasi warga Palestina bergerak ke wilayah Gaza utara. /ANTARA/Anadolu/py

Amman, aktual.com – Raja Yordania Abdullah II menegaskan pengakuan terhadap hak-hak sah rakyat Palestina dan penerapan solusi dua negara merupakan kunci utama untuk mencapai stabilitas di kawasan.

Pernyataan tersebut disampaikan Abdullah II dalam dua pertemuan terpisah di Kongres AS di Washington, Rabu (12/2), yang juga dihadiri Putra Mahkota Hussein bin Abdullah.

Menurut pernyataan Kerajaan Yordania, Raja Abdullah menegaskan bahwa “stabilitas regional tidak dapat dicapai tanpa pemenuhan hak-hak sah rakyat Palestina dan pembentukan negara merdeka mereka berdasarkan perbatasan 4 Juni 1967, dengan Yerusalem sebagai ibukotanya”.

Pembahasan kedua pihak juga mencakup kemitraan strategis Yordania dan Amerika Serikat serta upaya memperluas kerja sama bilateral, sebut pernyataan tersebut.

Raja Abdullah menyerukan pentingnya menjaga gencatan senjata di Gaza dan meningkatkan upaya internasional dalam merespons krisis kemanusiaan” di wilayah tersebut.

Ia juga memperingatkan dampak serius dari eskalasi Israel di Tepi Barat, perluasan permukiman ilegal, dan “pelanggaran” terhadap situs suci Muslim dan Kristen di Yerusalem.

Yordania dan Mesir menghadapi tekanan yang semakin besar dari Amerika Serikat setelah Presiden Donald Trump menyerukan penguasaan Gaza dan pemindahan warga Palestina, sebuah gagasan yang ditolak keras oleh rakyat Palestina dan para pemimpin Arab.

Saat menjamu Raja Abdullah II di Gedung Putih pada Selasa, Trump menyatakan bahwa ia ingin “mengambil alih” Gaza di bawah otoritas AS dan mengembangkan wilayah tersebut dengan hotel, gedung perkantoran, dan infrastruktur lainnya.

Usul Trump untuk merelokasi warga Palestina itu mengemuka di tengah perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel yang mulai berlaku di Gaza pada 19 Januari.

Kesepakatan itu menghentikan sementara perang genosida Israel yang telah menewaskan lebih dari 48.200 warga Palestina di Gaza dan menghancurkan wilayah kantong padat penduduk tersebut.

Israel telah mengubah Gaza menjadi penjara terbuka terbesar di dunia, dengan blokade selama 18 tahun yang memaksa hampir dua juta dari 2,3 juta penduduknya mengungsi di tengah kelangkaan stok makanan, air, dan obat-obatan akibat blokade berkepanjangan rezim Zionis.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain