Jakarta, Aktual.com —  Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 segera disyahkan oleh Banggar DPR dengan mempertahankan berbagai kesalahan fundamental di dalamnya. Analis dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesa (AEPI) menilai RAPBN 2015 tidak sesuai dengan realitas yang ada, terkesan ambisius dan Banggar DPR membiarkannya begitu saja. Banggar DPR terkesan masuk angin dan tidak kritis lagi.

“Target penerimaan masih ambisius mengikuti logika APBN 2015 yang seluruh targetnya tidak tercapai dan seluruh asumsinya jauh panggang dari api,” ujar Analis dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesa (AEPI) Salamuddin Daeng di Jakarta, Rabu (21/10).

Dalam RAPBN 2016, Pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi 5,5 % di tengah pelemahan ekonomi nasional dan perekonomian global. Tidak ada satu faktor pendukung asumsi yang terlalu optimistik tersebut.

“Melemahnya harga komoditas di pasar global yang menjadi andalan Indonesia, melemahnya kredit yang selama ini menopang konsumsi dan melemahnya konsumsi masyarakat yang selama ini menyumbang 55 % PDB, membuat target pertumbuhan ekonomi 5,5 persen tidak akan terealisasi yang justru akan menciptakan ketidakpercayaan pasar,” jelasnya.

Asumsi lainnya yang keliru, lanjutnya, adalah menyangkut nilai tukar yang dipatok Rp13.400/‎UsD. Kurs rupiah tersebut sulit tercapai karena tingginya defisit transaksi berjalan, dan cadangan devisa yang telah menipis tersisa 100 miliar USD atau hanya 10% GDP. Bahkan Rupiah diprediksi akan berada pada posisi Rp14.400 sampai 2016 mendatang.

Demikian pula asumsi inflasi sebesar 4,7% terlihat tidak rasional jika melihat inflasi YOY antara 7-9 %. Sebagai pembanding tingkat inflasi Mei 2015 terhadap Mei 2014 (tahun ke tahun) sebesar 7,15 persen.

“RAPBN 2016 masih menetapkan target penerimaan yang tinggi, ditengah kelesuan ekonomi dan dunia usaha. Target penerimaan pajak dan cukai naik‎. Padahal target dalam APBNP tahun 2015 tidak tercapai,” terangnya.

Sebagaimana diketahui, target APBN 2015 yakni penerimaan perpajakan Rp1.489.255,5 atau meningkat sebesar 29,9 persen dari realisasi tahun sebelumnya. Padahal rendahnya realisasi pertumbuhan ekonomi pada semester I tahun 2015 membuat Pemerintah merevisi target penerimaan perpajakan hingga akhir tahun 2015 menjadi sebesar Rp1.366.996,6 miliar atau lebih rendah Rp122.258,8 miliar dari target dalam APBNP tahun 2015. Inipun masih terlalu tinggi dikarenakan tahun 2014 realisasi penerimaan pajak hanya menjadi 6,5 persen.

‎Demikian pula dengan target pendapatan pajak dalam negeri tahun 2016 adalah sebesar Rp1.524.012,7 miliar, meningkat sebesar 5,8 persen jika dibandingkan dengan targetnya dalam APBNP tahun 2015 atau sebesar 14,8 persen jika dibandingkan dengan perkiraan realisasi tahun 2015. ‎Padahal pada saat yang sama pemerintah mengobral insentif, segala bentuk kemudahan pajak, hingga tax holiday untuk penanaman modal.‎

“Pemerintah juga masih berambisi mengeruk rakyat ‎dengan menaikan cukai 7 persen. Padahal sektor industri tengah mengalami kelesuan sebagai dampak melemahnya daya beli masyarakat,” ungkapnya.

Selain memberatkan dunia usaha, target ini diyakini tidak tercapai. Dalam perkiraan realisasi tahun 2015, pendapatan cukai ditargetkan mencapai Rp145.739,9 miliar, lebih tinggi 23,4 persen dari realisasinya pada tahun 2014. Sementara realisasi tahun 2015 ini tidak tercapai.

Ambisi pemerintah untuk bagi bagi mega proyek infrastruktur diantara ‎oligarki dalam pemerintahan telah dijadikan landasan kunci dalam APBN. Ini bukan tuduhan tidak beralasan karena hingga hari ini pemerintah tetap kekeh dengan mega proyek listrik, tol, kereta cepat dan lain sebagainya.

“Lebih parah lagi APBN dijadikan bancakan melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN senilai Rp48.2 triliun lebih. Padahal PMN dalam 2015 senilai Rp70 triliun telah memi‎cu kontroversi karena mencederai keadilan, tidak akuntable dan tidak transparan,” ungkapnya.

Di sisi lain, BUMN terus dikerahkan untuk memburu utang luar negeri, menjual sebagian besar saham publik BuMN ke pihak asing.

“Semestinya hanya BUMN yang 100 persen sahamnya milik negara yang berhak mendapatkan PMN. Besar kemungkinan PMN ini akan menjadi strategi membentuk kembali share pemerintah di BUMN agar laku dijual ke pasar keuangan internasional,” ujarnya.

Sisi lain, pemerintah terus memangkas subsidi untuk rakyat, baik subsidi BBM, listrik, dan subsidi pertanian. Menghadapi liberalisasi ASEAN 2016 postur RAPBN ini akan sangat kontraproduktif dalam memperkuat daya saing nasional dan kemampuan kapasitas rakyat yang tengah terpuruk secara ekonomi.

‎Blunder lainnya dalam RAPBN 2016 adalah target Penerbitan SBN netto dalam RAPBN tahun 2016 yang direncanakan sebesar Rp326.271,2 miliar atau naik 9,6 persen dibandingkan APBNP tahun 2015 sebesar Rp297.698,4 miliar.

“Upaya pemenuhan target pembiayaan utang melalui penerbitan SBN (neto) tahun 2016 akan dilakukan Pemerintah dengan menerbitkan instrumen SBN domestik dan valas. Target ini selain tidak masuk akal ditengah pelemahan ekonomi global, juga akan semakin membebani utang pemerintah yang sudah lebih dari Rp3000 triliun yang bersumber dari luar negeri dan SBN,” jelasnya.

Secara keseluruhan Postur RAPBN 2016 terlihat hanya untuk melegitimasi sikap ambisus liar pemerintahan Joko-Kalla untuk bagi bagi proyek infrastruktur yang dijmain APBN, yang jelas akan memberatkan dunia usaha dalam negeri dan akan semakin membebani rakyat. ‎

“RAPBN 2016 ini akan semakin menjauhkan pemerintahan Jokowi dari cita cita Trisakti dan Nawacita. Pemerintah sama sekali tidak mau belajar. Pengalaman satu tahun yang berantakan mestinya menjadi alat evaluasi kritis. Pemerintah juga tidak mau jujur membuka data, DPR harus menunda pengesahan RAPBN dan mengkaji ulang seluruh strategi yang dibangun di dalam RAPBN 2016,” pungkasnya.

 

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka