Jakarta, Aktual.com – Sejarawan JJ Rizal menilai pembangunan di Indonesia saat ini tak mengindahkan pendekatan kebudayaan dan kearifan lokal. Contohnya, proyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta dan reklamasi Teluk Benoa, Bali.

“Bayangkan, itu sungai-sungai yang ada histori dengan leluhur warga Bali dinafikkan,” ujar dia di Jakarta, ditulis Senin (21/3).

Sedangkan di Jakarta, proyek reklamasi salah satunya bakal menenggelamkan Pulau Onrust, salah satu situs tentang sejarah Indonesia di masa penjajahan Belanda. “(Pulau Onrust) akan habis karena ada perubahan arus laut akibat reklamasi,” jelas alumnus Universitas Indonesia (UI) ini.

Menurut dia, baik reklamasi Teluk Jakarta ataupun Benoa tidak ada kepentingan apapun bagi mayoritas warga Jakarta kecuali bagi segelintir kaum aristokrasi saja, seperti bandar dan agen properti kelas kakap. “Jadi bukan masalah perbaiki kondisi lingkungan. Itu ada buktinya di riset Kementerian Kelautan dan Perikanan, bahkan ada dua buku soal itu,” beber dia.

Sejauh ini, para nelayan di Teluk Jakarta masih melanjutkan proses gugatan atas izin reklamasi yang mengancam keberadaan mereka dan juga ekosistem laut di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Di saat yang sama, DPRD DKI justru tengah berupaya keras agar dua rencana aturan daerah sebagai payung hukum proyek reklamasi bisa disahkan. Buktinya, sudah tiga kali sidang paripurna digelar demi dua raperda itu disahkan. Muncul dugaan kuat, ada semacam kongkalikong antara DPRD DKI, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama dan pihak pengembang reklamasi, salah satunya Agung Podomoro Land, agar proyek reklamasi Teluk Jakarta bisa terealisasi.

Sedangkan di Bali, hari Minggu (20/3) kemarin, ribuan warga yang menolak reklamasi Teluk Benoa turun ke jalan lakukan aksi unjuk rasa damai di bundaran taman I Gusti Ngurah Rai, Tuban, Kabupaten Badung, untuk menolak pembangunan reklamasi Teluk Benoa, Minggu (20/3).

Masyarakat yang tergabung dalam ForBali tersebut datang dari sejumlah desa adat, antara lain dari Tanjung Benoa, Kedonganan, Kelan, Nusa Dua, Kuta, Legian, Canggu (Badung), Sanur (Kota Denpasar) dan Sukawati (Gianyar) serta masyarakat pesisir pantai lainnya.

Mereka mengenakan busana adat Bali madya dipadu dengan baju bertuliskan “Tolak Reklamasi” datang dari berbagai penjuru menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Sebelum berkeliling di bundaran taman Ngurah Rai, massa berkumpul di Desa Kelan, selanjutnya berjalan menuju arah taman tersebut dengan mengusung “ogoh-ogoh” yang melambangkan keserakahan para investor akan mencaplok Teluk Benoa yang diyakini sebagai kawasan yang disucikan masyarakat.

Selain membawa spanduk dan pamflet bertuliskan “tolak reklamasi yang berkedok revitalisasi” mereka juga membawa kendaraan lengkap dengan pengeras suara untuk melakukan orasi.

“Reklamasi Teluk Benoa harus dibatalkan karena telah menganggu nilai kesucian wilayah tersebut. Selain itu investor yang ingin menguasai kawasan tersebut sangat serakah tanpa peduli dengan lingkungan dan mengabaikan budaya Bali,” kata Koordinator ForBali Wayan Gendo Suardana yang disambut yel-yel “tolak reklamasi”. Mereka juga meminta kepada Presiden RI Joko Widodo untuk membatalkan rencana reklamasi di Teluk Benoa dan mencabut Perpres Nomor 51 Tahun 2014.

 

Artikel ini ditulis oleh: