Jakarta, aktual.com – Sejak akhir Mei hingga awal Juni 2025, ribuan aktivis dari berbagai penjuru dunia berkumpul di perbatasan Rafah, Mesir, dalam misi solidaritas untuk rakyat Gaza. Aksi kemanusiaan ini dipicu oleh semakin memburuknya krisis di Jalur Gaza yang terus dibombardir oleh militer Israel sejak Oktober 2023.
Para aktivis datang dari berbagai latar belakang negara, agama, dan organisasi, menyuarakan satu pesan: hentikan genosida terhadap rakyat Palestina. Kapal Madleen , yang membawa bantuan dan sejumlah aktivis kemanusiaan termasuk Greta Thunberg, menjadi simbol utama perlawanan damai global terhadap kekejaman yang terjadi di Gaza.
Meski menghadapi tantangan, termasuk dugaan upaya penghalangan dari otoritas Mesir di perbatasan Rafah, semangat para aktivisme tidak surut. Aksi ini menunjukkan meningkatnya tekanan global, tidak hanya terhadap Israel, tetapi juga terhadap negara-negara Arab yang bersifat pasif dalam menanggapi penderitaan warga Palestina.
“Tidak ada tempat untuk diam ketika anak-anak dan keluarga dibantai. Kami tidak membawa senjata, kami membawa keberanian, udara, dan cinta,” ujar seorang aktivis internasional dalam orasinya yang disiarkan melalui media sosial.
Situasi kemanusiaan di Gaza kini telah mencapai titik kritis. Menurut catatan PBB dan Lembaga Kesehatan Dunia, lebih dari 36.000 warga Palestina telah meninggal, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Rumah sakit kehabisan pasokan medis, listrik dimatikan, dan akses bantuan ditutup. Jalur Rafah menjadi satu-satunya harapan masuknya bantuan, namun kini pun tertutup akibat tekanan politik dan militer.
Mesir dituding telah menghalangi gerakan solidaritas internasional, dengan menutup akses perbatasan dan menahan masuknya konvoi bantuan. Aksi ini mengundang kritik tajam dari berbagai organisasi hak asasi manusia. Meski demikian, gelombang solidaritas tak terbendung. Di media sosial, tagar seperti #AllEyesOnRafah dan #MarchToRafah menyatukan jutaan suara dari seluruh dunia.
“Ini bukan tentang agama atau politik. Ini tentang kemanusiaan. Gaza harus hidup. Palestina harus merdeka,” ujar seorang demonstran di perbatasan Rafah.
Dari Indonesia, sejumlah elemen masyarakat sipil ikut menyampaikan dukungan, termasuk pengumpulan dana, doa bersama lintas agama, dan aksi simbolik di depan kedutaan besar. Kapal Madleen, meski akhirnya dicegat di perairan internasional, tetap dikenang sebagai simbol keberanian dan pengingat bahwa dunia tidak sepenuhnya diam.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain