Pengadilan memutuskan transaksi pembelian tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya di daerah Pulogebang tidak sah. Tanah tersebut harus dikembalikan kepada pemiliknya yang bernama Haji Marjan. Perumda DKI itu pun menuding ada mafia tanah yang bermain dalam jual beli tanah yang berujung sengketa tersebut.
Tanah kosong seluas 37 ribu meter tersebut kini dilingkari pagar besi berwarna biru. Tidak ada aktivitas apapun yang tampak dalam area tersebut, meski bangunan rumah bercat putih berdiri tak jauh dari pagar pintu masuk. Di tengah terdapat plang yang menegaskan kepemilikan Haji Marjan dan melarang bentuk aktivitas apapun dalam area tersebut.
Sejak awal tahun hingga pertengahan Januari 2023 lalu, kurang lebih sebanyak tiga kali, redaksi aktual.com mendatangi lokasi tersebut. Dalam kurun waktu tersebut, aktual.com tak menemui warga atau siapapun yang bisa menjelaskan perihal kepemilikan lokasi lahan tersebut.
Tanah tersebut merupakan tanah yang dipersengketakan Haji Marjan dengan Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PD Sarana Jaya) dan sejumlah pihak yang diklaim mengambil hak kepemilikannya. Tanah yang terletak di jalan Ujung Karawang RT 015/05, Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur tersebut itu kini dimenangkan Haji Marjan melalui putusan pengadilan negeri Jakarta Timur (PN Jaktim).
Kepada redaksi aktual.com, pengacara Haji Marjan, Dase Dharmayadi menegaskan tanah tersebut merupakan milik kliennya. Dase memastikan kepemilikan tersebut melalui kepemilikan Girik bernomor C1371 dan ketiadaan bukti peralihan hak yang sah dari kliennya kepada siapapun.
“Pada saat ke kurator, kita sudah pastikan bahwa tanah itu milik H. Marjan. Kita tidak pernah jual ke Asmawi. Di dalam persidangan tidak ditemukan suatu alat bukti peralihan hak yang sah dari H. Marjan ke PT Asco ataupun Asmawi pribadi,” kata dia saat diwawancarai Kamis pekan lalu.
Karena itu, menurut Dase, sudah sewajarnya plang kepemilikan Haji Marjan di tanah tersebut dipasang. Baginya, tidak boleh lagi ada klaim kepemilikan dari siapapun di atas lahan tersebut.
“Tinggal plang saya (Haji Marjan). Jadi semua yang di sana, sudah tidak ada. Tinggal plang H. Marjan,” jelas dia.
Namun demikian, PD. Sarana Jaya, pihak yang ikut mengklaim kepemilikan tanah tersebut juga tetap bersikukuh bahwa tanah di Pulogebang itu merupakan milik mereka. Meskipun PN Jaktim sudah memenangkan kepemilikan bagi Haji Marjan, namun perusahaan daerah DKI Jakarta tersebut itu tetap berupaya menempuh langkah hukum dan meyakini kepemilikan atas lokasi tersebut.
Salah satu faktornya terkait dengan klaim legalitas kepemilikan atas tanah tersebut. Perumda Sarana Jaya mengaku sudah memegang kelima Akta Jual Beli (AJB) secara sah dan meyakinkan dari Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) milik PT Adonara Propertindo (AP). Atas dasar itulah, Sarana Jaya merasa menjadi pihak yang paling berhak atas kepemilikan tanah tersebut.
“Sekarang begini, tanah itu bersertifikat. Pada saat kita ngecek BPN, gak ada masalah. Pada saat kita beli, tanah ini ada plang PT AP. Ini berarti gak ada masalah dong. Tanah ini sepenuhnya dikuasai PT AP. Sertifikatnya valid. Kita membeli tanah itu aman secara hukum,” kata Manajer Unit Manajemen Resiko dan Hukum, Bayu Romas dalam wawancara pertengahan Januari lalu.
Bayu sempat menunjukkan kepada reporter aktual.com, surat jawaban tertulis yang disampaikan BPN Jakarta Timur terkait bantuan dan permintaan dokumen atas lahan tersebut. Dalam surat yang berjumlah 3 halaman tersebut, BPN mengkonfirmasi masing masing SHGB tersebut, yakni SHGB No. 4644, No. 4645, No. 4646, No. 4662 dan No. 4663 memang bersumber dari tanah negara bekas milik adat Girik.
“Kita sudah cek tanah tersebut 3 kali ke BPN, dan tidak ada masalah. Jadi tanah bersertifikat yang ditawarkan ke kami. Kami cek ke BPN tanah ini, tanahnya tidak ada masalah,” jelas dia.
Bayu pun mempersoalkan basis kepemilikan Girik yang diajukan Haji Marjan. Menurutnya, mengacu pada yurisprudensi Mahkamah Agung (MA), girik semestinya tidak boleh diterima sebagai tanda bukti kepemilikan tanah. Terlebih atas fakta lokasi Girik tersebut berbeda dengan lokasi tanah yang dimiliki oleh Perumda Sarana Jaya.
“Loh masak kita kalah dengan girik yang gak jelas, dengan wilayah lokasi yang berbeda,” ucapnya.
Tak pelak, Bayu pun menuding ada jaringan mafia tanah yang sedang bermain dalam polemik tanah di Pulogebang. Pasalnya dia keheranan lahan tanah yang tidak memiliki masalah tiba-tiba, mendapat gugatan seseorang yang bermodal tanah girik. Meskipun enggan menyebut nama, namun Bayu menyinggung seorang pemain tanah besar di Jakarta Timur.
“Indikasinya, mafia tanah yang bermain. Saya gak mau sebutin namanya. Ini mafia tanah yang besar di Jakarta Timur. Dia punya banyak tanah di situ,” ungkap dia.