Kiri-kanan; Anggota I Parlindungan Purba, Budayawan Ridwan Saidi, Pengamat Politik Ari Ariyanto, Pakar Hukum Margarito Kamis dalam diskusi Forum Senator Untuk Rakyat (FSUR), di Jakarta, Minggu (15/11/2015). Diskusi Forum Senator Untuk Rakyat yang bertemakan " Apa Bisa Kabinet Seratus Persen Jokowi"?.

Jakarta, Aktual.com — Budayawan Ridwan Saidi menanggapi pernyataan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Parlindungan Purba yang mengungkapkan bahwasanya kinerja kabinet Jokowi belum bisa memahami persoalan yang ada di daerah.

Dikatakan Ridwan tidak perlu memberikan contoh jauh-jauh di daerah Sumatera, lantaran persoalan tidak pro-nya pemerintah pusat di daerah. Bisa dirasakan juga di daerah Karawang, Jawa Barat, dimana ada satu wilayah yang belum pernah tersentuh meskipun negara ini sudah berkali-kali berganti rezim.

“Gak usah jauh-jauh, di Karawang juga, ada namanya Tanah Timbul, di Kecamatan Cilamaya, berganti-gantinya rezim yang bertahta di sini, tidak ada tersentuh pemerintah pusat,” kata Ridwan dalam diskusi yang bertajuk “Seratus Persen Kabinet Jokowi” di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (15/11).

Selain di daerah, diceritakan sejarawan Betawi ini, persoalan tersebut juga bisa dirasakan di DKI Jakarta yang saat ini menggambarkan krisisnya peradaban.

“Di DKI tidak kalah seriusnya, dahulu Ali Sadikin baru dilantik bilang The Big Village, bikin metropolitan,” ungkapnya.

Akan tetapi dia menilai peradaban di Jakarta saat ini lebih buruk dari The Big Village milik Gubernur Ali sadikin. Menurutnya peradaban Jakarta saat ini adalah peradaban “rimba raya”.

“Tetapi peradaban Jakarta jauh lebih buruk big vilage. Sekarang ini rimba raya peradaban, kita mesti sabar di jalan raya, di pasar tawar-menawar, mesti banyak sabar. Di Jakarta ini kan sudah rimba raya persoalannya,” imbuhnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, hal tersebut telah membuktikan bahwa negri ini mengalami krisis peradaban akibat menolak oligarki yang akhirnya menjadi poligarki.

“Kita ada reformasi yang bersifat ketok magic kalau saya bilang, karena tidak ada keutuhan, itu melahirkan poligarki. Bukan distribution of power (pembagian kekuasaan) tetapi yang ada separatition of power (pemisahan kekuasaan),”

Menurut mantan politisi Golkar ini persoalan tersebut juga dapat terlihat di dalam sistem pemerintahan pusat dan daerah.

“Direktur BUMN hajar Kemenko, Gubernur DKI hajar BPK, ini adalah poligarki yang kita lihat juga di dalam kabinet. Ini negara apa?” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan