Ekonom senior yang juga mantan Menteri Kemaritiman Rizal Ramli (tengah) bersama Kelompok Tani Sahabat melakukan panen raya di Kampung Penggalang, Ciruas, Serang, Banten, Selasa (13/2). Rizal Ramli bersama petani setempat mendesak pemerintah agar menghentikan impor beras agar tidak menjatuhkan harga gabah dalam negeri karena masa panen raya sudah mulai. Jika irigasi persawahan dapat ditata dengan baik, maka Indonesia bisa memanen padi sebanyak tiga kali dalam setahun. Karena memiliki sinar matahari dan sumber air yang berlimpah. AKTUAL/HO

Jakarta, Aktual.com – Pengamat ekonomi Rizal Ramli menyebut Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita sebagai pejabat yang kinerjanya hanya mengimpor pangan saja.

“Enggartiasto itu kerjaanya tukang impor. Sadisnya, semua diimpor ketika masa panen,” ujar Rizal dalam kuliah umumnya di kampus STIE Ahmad Dahlan, Jakarta, Sabtu (10/3).

Kebijakan impor yang paling baru dari Kementerian Perdagangan adalah impor beras (500.000 ton), jagung (171.660 ton) dan garam (3,7 juta ton). Khusus untuk impor jagung dan garam, pemerintah berdalih jika impor ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan industri.

Sementara untuk impor beras, Rizal Ramli menegaskan jika kondisi iklim dan curah hujan normal, produksi beras di tanah air sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Impor beras, jelasnya, dapat diterima masyarakat jika Indonesia memang sedang dilanda kekeringan panjang seperti yang terjadi pada 2015 silam. Pada 2015, akibat terpaan El Nino, hasil pertanian di Indonesia mengalami penurunan.

“Kecuali El Nino produksi beras pasti berkurang 10%. Nah tahun lalu sampai kemaren kan hujan terus, jadi pasti cukup. Dia (Enggartiasto) malah impor,” jelas Rizal.

Lebih lanjut, Presiden Jokowi pun disebutnya tidak dapat berbuat banyak lantaran telah terjebak kontrak politik. Sebagaimana diketahui, Enggartiasto merupakan menteri yang berasal dari Partai Nasdem.

“Jokowi kalau mau nyopot Enggartiasto nanti Surya Paloh marah, bisa dicopot dukungan mereka (Nasdem) ke Jokowi,” tutupnya.

Reporer: Teuku Wildan

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka