Indonesia Corruption Watch (ICW) berani menilai rancangan ini akan menjadikan KPK sebagai Komisi Pencegahan Korupsi. Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Tama S Langkun, menilai rumusan delik korupsi yang ada di RUU KUHP berpotensi besar melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

“Kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam UU KPK tidak lagi berlaku jika RKUHP disahkan,” kata Tama beberapa waktu lalu.

Artinya, KPK tidak lagi berwenang menangani kasus korupsi yang diatur dalam KUHP.
Ia menuturkan, kewenangan KPK yang tercantum dalam Pasal 1 angka 1 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU KPK) yang secara spesifik menyebutkan bahwa KPK berwenang menindak tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU Tipikor.

Jika delik korupsi dimasukkan dalam KUHP, maka kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan dalam kasus korupsi nantinya akan beralih kepada Kejaksaan dan Kepolisian karena kedua institusi ini dapat menangani kasus korupsi yang diatur selain dalam UU Tipikor.

Dalam draft RUU KUHP tertanggal 2 Februari 2018, ketentuan mengenai delik atau tindak pidana korupsi diatur dalam Pasal 687-696. Sebagian ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) diadopsi langsung di RUU KUHP.

Dalam naskah rancangan regulasi tersebut setidaknya ada enam pasal serupa dengan Pasal 2, 3, 5, 11 dan 12 UU Tipikor.

Senada peneliti PUKAT UGM lainnya, Zainal Arifin, menilai akan terjadi tumpang tindih dalam aturan hukum khususnya pidana korupsi.

“Sangat mungkin, karena ketika mamaknai hukum umum itu dianggap sebagai kejahatan umum, maka sifat kekhususannya bisa hilang. Misalnya dalam UU MD3, kalau anggota DPR melanggar itu, itu harus izin MKD, kecuali ketika dia melanggar pidana khusus, nanti kan ada perdebatan korupsi pidana umum atau khusus,” kata Zainal.

Sementara itu Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menuturkan Hukum di Indonesia menganut tiga prinsip. Pertama, produk hukum yang khusus mengalahkan yang umum. Kedua, produk hukum yang tinggi mengalahkan yang rendah, dan ketiga, produk hukum yang baru mengalahkan yang lama.

Dengan demikian, jika RUU KUHP disahkan, UU lama, meskipun mengatur kekhususan, tidak lagi digunakan.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby