Jakarta, Aktual.com – Anak-anak dibawah umur dan kaum muda saat ini tengah menjadi target pemasaran produk rokok. Terlebih, belakangan ini perusahaan raksasa industri rokok kian masif mempromosikan produknya dengan skala besar menggunakan beragam media, baik itu media lama maupun media baru.
Pesan yang disematkan sangat memikat, tujuannya pasti untuk menjangkau lebih banyak lagi para calon perokok pemula, yaitu anak-anak dan kaum muda. Mengapa demikian, karena belakangan ini perokok di kalangan anak maupun muda kian masif dan besar. Iklan dan promosi di sekitar sekolah, industri rokok juga bahkan mempromosikan logo perusahaan rokok melalui atribut kaos, yang dipakai oleh anak dalam acara-acara tertentu.
Fenomena ini tentu harus menjadi perhatian bersama. Siapa yang salah atas hal ini? Terlebih, iklan rokok yang masif bukan barang tabu bagi khalayak. Namun demikian, karena banyaknya iklan seperti yang digencarkan oleh Djarum Super, Gudang Garam, Sampoerna melalui media TV, membuat si anak terpengaruh untuk mencoba.
Berdasarkan data pengawasan BPOM terhadap iklan rokok yang setiap tahunya terus meningkat. Misal pada tahun 2014, BOPM telah melakukan pengawasan 51.630 iklan rokok di berbagai media, kemudian pada tahun 2015 meningkat menjadi 69.244. Lebih parahnya lagi, tahun 2016 meningkat menjadi 85.815 iklan rokok.
Anak-anak yang terpapar iklan rokok, promosi dan sponsor rokok di berbagai media akan terpengaruh cara pandangnya terhadap produk rokok. Seperti yang disampaikan psikolog anak, Liza M Djaprie menyebut, anak-anak sangat reseptif, alam berfikirnya seperti sponge, menyerap semua informasi tanpa disaring dan sangat mudah sekali untuk disugesti.
Menurut dia, jika seorang anak terus diasupi oleh iklan rokok yang disajikan secara menarik, ditambah lagi dengan informasi harga rokok murah, maka yang terjadi si anak akan menormalisasi produk rokok. Dengan begitu, anak memiliki potensi lebih besar untuk menjadi konsumen rokok di masa depan.
Sejauh ini, lanjut dia, anak-anak maupun kaum muda tidak “ngeh” bila dirinya ini melihat iklan rokok. Faktor lingkungan, yang biasa dia (anak-anak-kaum muda) lakukan itu seperti program komputer melihat iklan-iklan yang oke, maka yang terjadi adalah seperti mengunistall program lama bahwa rokok itu tidak baik, kemudian memasukan program baru bahwa rokok it’s Ok.
Dia pun menggabarkan lewat film picnik kisaran tahun 1957 berdasarkan penelitian, di dalam film tersebut muncul secara terus menerus iklan Popcorn dan Cocacola, dan hasilnya pun menajubkan penghasilan Popcron dan Coca Cola meningkat 67 persen dan 18,1 persen.
“Saya yakin ini pun bisa terjadi. Apalagi kaya misalkan iklan-iklan di film-film Indonesia tiba-tiba muncul, rokok. Itu yang tanpa sadar membuat kita rokok it’s ok kok,” ujar dia dalam sebuah diskuski di Auditorium Gedung Komunikasi, FISIP UI, Depok, Jawa Barat beberapa waktu lalu.
Menurut dia, semua yang dilihat pasti akan tersimpan dalam memori dan diproses oleh pikiran (otak). Atau bahasa kerennya, “Simply because it doesn’t reach consciousness doesn’t mean it has not been analysed & stored in memory”. Semua informasi yang tersimpan inilah yang kemudian melatarbelakangi tindakan, keputusan serta perilaku kita. Contoh: menyetir, berbicara, menyeberang jalan-autopilot mode.
Kata dia, iklan rokok juga bisa membentuk hubungan yang kuat, irasional, antara emosi tersebut dengan produk tertentu. Jangka waktu panjang, akumulasi waktu – Sutherland’s book on advertising : The influence of a feathe.
Faktor utama yang mempengaruhi iklan pada generasi mudah yakni menonton televisi jauh lebih sering dan lebih banyak daripada anak dahulu 40.000: Jumlah rata-rata anak Amerika menonton iklan.
“Anak pada masa kini banyak yang sudah memiliki akses internet dengan sangat mudah, empat tahun: Usia anak-anak yang ditargetkan oleh perusahaan,” ujarnya.
Ada 3.000 anak mulai merokok setiap harinya, kebanyakan dari mereka berusia antara 10 – 18 tahun. Hampir 88,6 persen perokok pemula di Indonesia adalah anak berusia dibawah 13 Tahun. 90 persen perokok dewasa menyatakan mereka mulai merokok pada usia remaja.
Keluluasan industri rokok dalam melakukan iklan, promosi dan bersponsor, kata dia, menunjukan peraturan iklan rokok yang ada saat ini seperti di PP 109 Tahun 2012 tidak mampu mengendalikan dan melindungi genarsi muda dari derasnya industri rokok. Maka tak heran, bila saat ini prevelensi perokok anak di Indonesia terus meningkat.
Berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2018 menunjukan perokok anak naik dari 7,2 persen pada tahun 2013 menjadi 9,1 persen pada tahun 2018 ini. Sementara, rencana pembangunan jangka menengah menargetkan pada tahun 2019, prevalensi perokok anak harus turun sampai dibawah 5,4 persen.
Sejauh Mana Peran Negara Lindungi Anak?
Sebab-sebab anak tertarik dengan rokok, berdasarkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia secara umum dibagi dalam tiga bagian yakni pertama, faktor farmokologis, salah satu zat yang terdapat dalam rokok adalah nikotin yang mempengaruhi perasaan atau kebiasaan.
Kemudian, yang kedua faktor psikologis, yakni dapat digunakan sebagai alat psikologis seperti peningkatan penampilan dan kenyamanan psikologis. Selanjutnya, yang ketika yakni faktor sosial, yaitu salah satu faktor yang membuat seseorang merasa lebih diterima dalam lingkungan teman dan kelihatan dewasa, dan merasa lebih nyaman.
Anggota KPAI Sitty Hikmawat menyebutkan, berdasarkan amanat konstitusi tentang perlindungan kesehatan anak yakni tertuang dalam Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, maka negara, masyarakat dan pemerintah harus melindungi bahaya rokok dari anak.
“Kalau dilakukan semakin tingginya ekspos rokok, semakin tinggi anak berisiko menjadi perokok, ini sesuai disebutkan di atas, baik itu kualitas dan kualitas terhadap ekspos rokok, baik itu positif dan negatif, tetap akan meningkatkan resiko anak menjadi perokok,” kata dia di tempat yang sama.
Dia melihat, sampai saat ini rokok telah membunuh 240.000 orang pertahun atau 657 orang perhari. Dan industri rokok telah merekrut perokok pemula dari usia 10-19 tahun sekitar 16,4 juta pertahun atau 45.000 orang perhari. Itu semua, lanjut dia berdasarkan Badan Litbang Kemkes RI, 2013, Riskesdas 2013, Prev perokok pemula 10-14 tahun dan 15-19 tahun.
Diketahui, berdasarkan amanat konstitusi tentang perlindungan kesehatan anak disebutkan dalam Pasal 45 bahwa (1) orang tua dan keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan anak dan merawat anak sejak dalam kandungan. Poin kedua, dalam hal orang tua dan keluarga yang tidak mampu melaksanakan tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah dan pemerintah Daerah wajib memenuhinya.
Kemudian, poin ketiga, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 45B: (1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan orang tua wajib melindungi anak dari perbuatan yang mengganggu kesehatan dan tumbuh kembang anak.
(2) Dalam menjalankan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan orang tua harus melakukan aktivitas yang melindungi anak. Kemudian, pasal 46: Negara, pemerintah, pemerintah daerah, keluarga, dan orang tua wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan.
Pengaruh Iklan