Ekonom Senior, Rizal Ramli kembali menegaskan bahwa kondisi pelemahan rupiah saat ini yang hampir tembus Rp15.000 per USD masih baru permulaan jika pemerintah tidak benar-benar teliti dalam mengatasinya. Kondisi ekonomi akan semakin memprihatinkan, terlebih jika tim ekonomi pemerintah tak mampu membendung tekanan dolar terhadap rupiah.

“Defisit Current Acount (Defisit Transaksi Berjalan) semakin lama terlihat negatif dan sudah kami sampaikan di media, tapi ini menteri-menteri Jokowi sibuk bantah, dibilanglah ekonomi kita fundamentalnya kuat. Kuat darimana, semua indikatornya negatif, harusnya positif dong?,” ujarnya dalam sesi wawancara di sebuah Stasiun TV Swasta, Selasa (4/9/2018).

Rizal juga menyindir sikap Menkeu Sri Mulyani yang kerap menyatakan mengelola ekonomi dengan hati-hati atau prudent. Menurutnya, andaikan pernyataan Sri Mulyani betul adanya, harusnya terdapat defisit transaksi berjalan yang positif, bukan malah negatif. “Oleh karena itu, kita harus betul-betul teliti menghadapi ini,” ungkapnya.

Senada dengan Rizal Ramli, Ekonom Senior yang pernah menjabat sebagai Menko Ekuin di era Presiden Megawati, Kwik Kian Gie mengungkapkan ada dua faktor yang membuat kondisi ekonomi melemah. Pertama, penguasa dan para pembantunya tidak terlalu paham dengan praktik ekonomi, melainkan hanya fasih menjalankan teori.

Kedua, struktur kebijakan pemerintah saat ini terlalu liberal sehingga spekulasi di pasar keuangan sangat tinggi. Satu pihak berkomentar, kemudian pemerintah bereaksi dan menimbulkan sentimen yang tinggi di pasar keuangan.

Menurut Kwik, faktor psikologis di pasar uang, pelaku pasar mengamati pergerakan rupiah dan melakukan tindakan yang justru semakin melemahkan rupiah.

“Saat ini sebenarnya faktor (pelemahan rupiah) sudah diambil alih oleh faktor psikologis. Itu sudah susah, pasar sudah sulit mengontrol,” katanya kepada wartawan, Selasa (4/9/2018).

Namun, faktor psikologi disebut Kwik bukan tanpa batas. Ia beranggapan, ada saatnya pelaku pasar merasa bahwa level rupiah sudah terlalu lemah, sehingga akan berhenti dengan sendirinya atau kembali ke level wajar.

“Pemerintah jangan memamerkan kepanikannya. Selama ini, pernyataan Bank Indonesia (BI) seperti orang pesimis, walaupun kondisi sebenarnya seperti itu, tapi jangan dipamerkan, maka pasar akan panik,” jelas mantan Menko Ekuin ini.

“Penguasa tidak paham apa yang dirasakan oleh pelaku di lapangan seperti apa. Mereka mengatur orang yang tidak paham perilaku yang diatur seperti apa. Dia mesti mengetahui, kalau urusan moneter, faktor psikologis itu penting,” jelasnya.

Pemerintah juga tidak pernah mampu menciptakan devisa. Pasalnya, aktivitas impor tak pernah mengalahkan ekspor. Tak hanya barang industri, tetapi juga bahan pangan.

Sementara itu Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pandangannya terkait pelemahan rupiah yang disebabkan oleh faktor eksternal. Menurutnya, hal tersebut terlihat dari fakta melemahnya mata uang negara lain terhadap kurs negara Paman Sam tersebut.

“Ini faktor eksternal yang bertubi-tubi. Baik yang berkaitan dengan kenaikan suku bunga di AS, baik yang berkaitan dengan perang dagang AS dan China, baik yang berkaitan dengan krisis di Turki dan Argentina,” kata Jokowi Rabu (5/9/2018).

Pemerintah bersama otoritas terkait akan terus mewaspadai kondisi ini, sehingga rupiah bisa bertahan dari gempuran dolar AS. Kondisi ekonomi dalam negeri pun akan terus dijaga agar menguatnya dolar tak banyak berpengaruh ke kondisi di masyarakat.

“Saya terus melakukan koordinasi di sektor fiskal, moneter, industri, pelaku-pelaku usaha. Saya kira koordinasi yang kuat ini menjadi kunci sehingga jalannya itu segaris semuanya,” ujar Jokowi.

Adapun fokus saat ini adalah mengurangi defisit transaksi berjalan dengan menggenjot ekspor dan mengurangi impor. Investasi juga harus terus ditingkatkan agar pondasi ekonomi dalam negeri bisa terus diperkuat.

“Kalau ini selesai, itu akan menyelesaikan semuanya. Target saya sudah saya berikan agar dalam satu tahun betul-betul ada perubahan di penyelesaian defisit transaksi berjalan,” kata Jokowi.

Pemerintah Mulai Pesimis Target Pertumbuhan Ekonomi 2018

Halaman selanjutnya…