Jakarta, Aktual.com- Wakil Ketua Umum Gerindra, Arief Poyuono menyebut, laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 nanti akan semakin sulit dibanding tahun ini.

Selain kondisi perekonomian domestik masih belum kuat, kondisi ekonomi global juga kian berat mengingat adanya rencana kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Fed Fund Rate.

“Kenaikan suku bunga the Fed bisa terjadi di bulan ini dan awal tahun depan. Ini bisa memicu ketidakpastian pasar dan memengaruhi perkembangan ekonomi global. Sehingga normalisasi kebijakan The Fed itu berpotensi adanya capital outflow,” jelas Arief di Jakarta, Senin (12/12).

Menurutnya, kebijakan the Fed ini jelas akan menciptakan pembengkakan utang luar negeri swasta dan pemerintah Indonesia akibat rontoknya nilai kurs rupiah. Dia sendiri memprediksi depresiasi rupiah di 2017 bisa mencapai Rp15.000.

“Dengan utang luar negeri swasta dan pemerintah yang tinggi itu, jika USD menguat, maka utang itu akan membengkak. Sehingga kondisi ini juga dapat memicu tekanan pada pasar keuangan, termasuk Indonesia. Karena adanya capital flight itu,” tegasnya.

Ditambah lagi, kata dia, seperti yang sering disebutkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, pemerintah memang akan menjaga pertumbuhan ekonomi nasional di atas 5 persen lewat desain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang seimbang, realistis, dan kredibel.

“Akan tetapi, APBN 2017 itu belum bisa diharapkan dapat menjadi pelindung ekonomi Indonesia supaya tidak terseret arus pelemahan global. Apakagi ekonomi global juga cenderung ke bawah. Ini dampak pemulihan ekonomi global masih berlangsung melambat dan tak merata,” tandasnya.

Menurutnya, analis dunia dan lembaga keuangan internasional memprediksi ekonomi dunia yang semula dapat tumbuh 3,5 persen harus mengalami koreksi menjadi hanya sebesar 3 persen saja. Ini berarti lebih rendah dari realisasi pertumbuhan tahun lalu sebesar 3,1 persen.

Sehingga dengan kondisi tersebut, katanya, upaya pemerintah melalui anggaran yang ekspansif dengan mengandalkan peningkatan penerimaan negara melalui pajak dengan menciptakan wajib pajak baru akan sia-sia.

“Karena justru akan berdampak pada PHK buruh besar-besaran. Ditambah lagi produk Indonesia yang diekspor akan semakin tidak kompetitif, akibat tingginya biaya produksi kita,” cetus Ketua Forum Serikat Pekerja BUMN Bersatu ini.(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid