Bank Indonesia meyakini dosis kenaikan bunga acuan yang di luar ekspetasi, hingga 50 basis poin menjadi 5,25 persen Juni 2018 ini, akan menarik investor asing kembali ke pasar keuangan. Dengan begitu dapat memulihkan nilai tukar Rupiah.
“Ini akan membawa imbal hasil pasar keuangan Indonesia khususnya fix income (instrumen pendapatan tetap) yang menarik, dengan mempertimbangkan risiko yang kompetitif dan menarik bagi investor, termasuk investor aisng,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (29/6).
Semakin derasnya investasi asing akan memperbaiki suplai valuta asing di pasar keuangan domestik. Sehingga permintaan yang tinggi terhadap dolar AS tidak akan menekan nilai tukar Rupiah.
Perry menekankan kenaikan bunga acuan hingga 50 basis poin ini murni karena langkah antisipasi untuk membendung tekanan eksternal. Ia menekankan tidak ada faktor tekanan dari domestik, karena laju inflasi hingga Mei 2018 yang semakin terkendali di 3,23 persen (yoy).
Tekanan eskternal, antara lain, bersumber dari rencana empat kali kenaikan suku bunga Federal Reserve, Bank Sentral AS, dan rencana normalisasi Bank Sentral Eropa pada September 2018, serta tekanan dari memanasnya perang dagang Cina dan AS.
“Keputusan kenaikan bunga ini merupakan kebijakan moneter lanjutan yang pre-emptive (antisipatif), ahead of the curve (selangkah lebih maju) dan front loading,” katanya.
Perry menegaskan arah kebijakan moneter BI ke depan adalah hawkish atau cenderung ke arah kebijakan moneter yang berani.
Sejalan dengan kenaikan suku bunga acuan 50 basis poin, suku bunga penyediaaan dana dari BI (Lending Facility) juga naik 50 basis poin menjadi enam persen, dan penyimpanan dana di BI (Deposit Facility) naik 50 basis poin menjadi 4,5 persen.
OJK: Tak Perlu Khawatir, Pelemahan Rupiah Hanya Sementara