Kenapa ya masih saja ada beberapa elemen aktivis Muslim yang tiba tiba jadi orang apatis berkedok realis ketika Presiden Donald J Trump gulirkan isu Jerusalem. Trump ini, saya kasih tahu ya, meskipun kesanya sedang senda-gurau, dia sama sekali bukan sedang melawak. Dia benar-benar serius dalan tujuan straregisnya. Sadar dan terencana. Lepas gayanya yang urakan, terkesan rada gila, dan di luar kelaziman.
Dia ini, sedang melakukan prakondisi menuju tata ulang penulisan peta kawasan Timur Tengah. Yang mana ujung dari tujuan strategisnya bukan sedang becanda tapi serius. Bukan saja mempertahankan pasar dan pangsa pasar. Melainkan sedang menyuervey pasar baru dan pangsa pasar baru di Timur Tengah. Dalam kerangka Timur Tengah baru.
Memang betul, bisa jadi guliran isu Jerusalem yang dilontarkan Trump memang sekadar senjata diplomatik untuk membuka berbagai kemungkinan baru seturut strategi dasar dari gerakan Trump tadi itu. Namun sangat keliru dan fatal, jika langkah Trump ini sekadar permainan dan senda gurau.
Berbagai elemen strategis dari aneka organisasi massa Islam maupun para ulama dan cendekiawan Muslim, hendaknya memanfaatkan situasi ini untuk berdialog menyusun kontra skema, mengantisipasi agenda strategis Trump yang tentunya tetap dalam koordinasi dengan setidaknya 300 korporasi global di AS yang berada dalam naungan Dinasti Rockefeller dan kroni-kroninya,
Jadi terlalu dangkal dan sepele kalau guliran isu Jerusalem Trump hanya dibaca dalam konteks sempit perseteruan Arab Saudi versus Iran. Arab Saudi plus negara-negara kerjasama teluk versus Iran, Irak dan Suriah. Atau antara Turki versus Iran.
Jangan sampai kasus kekalahan Islam dalam Perang Salib I oleh pihak Eropa/Kaum Frank terulang kembali, dikarenakan Dinasti Fatimiah Mesir tidak mendukung. Terlepas alasan di balik keputusan untuk tidak mendukung.
Menjelang Perang Salib II, didorong untuk menyatukan seluruh sumberdaya kekuatan Islam, Sultan Sholahudin al Ayubi atas resru dan arahan dari Sultan Nurudin yang berpusat di Suriah, berhasl menguasai Mesir dan mengambil alih kekuasaan Dinasti Fatimiah. Setelah Mesir terkonsolidasi, Sholahudin berhasil memenangi Perang Salib II dengan merebut kota suci Jerusalem.
Dalam menginspirasi keberhasilan Sholahudin al Ayubi bagi kita sekarang, sungguh naif jika masih dilihat dalam perspektif Saudi versus Iran, atau Sunny versus Syiah. Benar benar pendangkalan wawasan dan kesadaran geopolitik.
Sementara musuh di seberang sana, sedangt menyusun gerakan atas dasar penguasaannya yang canggih dan mendalam mengenai geopolitik Timur Tengah. Dan Trump, seperti halnya Winston Churchill pada pasca Perang Dunia I, sebagai menteri urusan jajahan Inggris di seberang lautan, membagi-bagi dan mengkavling-kavling kawasan Timur Tengah. Antara negara-negara Arab dari nasab Syarif Hussein bin Ali versus negara-negara Arab dari trah Abdul Aziz bin Ibnu Saud. Sehingga terbentuklah negara-negara bangsa seperti Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Oman, sementara di sisi lain terbentuk Irak dan Transjordania. Yang waktu itu Jordania dan Israel masih menyatu.
Sekarang, melalui keputusan sepiihak Trump mendukung Jerusalem sebagai ibu kota Isarel, sydah saatnya Umat Islam Bersatu untuk Jerusalem dan Palestina Merdeka. Baik di dunia internasional maupun di tanah air.
Hendrajit, redaktur senior.