Gedung baru Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) itu dilengkapi dengan 30 ruang sidang dengan fasilitas standar meski tidak semua dipakai untuk persidangan kasus tindak pidana korupsi. "Rencana pindahan di kantor baru mulai 16 November 2015.

Jakarta, Aktual.com – Mantan Ketua Perbanas Sigit Pramono menyatakan bahwa dalam praktek perbankan Penghapuasan bukuan tidak bisa langsung dinilai sebagai bentuk kerugian. Pasalannya tindakan itu tidak menghapuskan hak tagih.

Bangkir senior itu menegaskan, kerugian baru terjadi jika hak tagih dihapus.

Demikian disampaikan Sigit saat dihadirkan menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus BLBI dengan terdakwa mantan Ketua BPPN Syafrudin Arsyad Temenggung (SAT), di Pengadilan Tipikor Jakarta,  Senin (13/08).

“Penghapusbukuan hanya menghapus kredit dari catatan akutansi, karena itu dampaknya baru sebatas potensial lost, belum realized cost atau kerugian yang direalisasi,” kata dia

Sigit menjelaskan, penghapusbukuan hanya membuat kredit keuangan tidak tertera dalam catatan akuntansi. Itu pun bersifat potential loss lantaran hak tagih Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) terhadap kredit tersebut tetap ada.

Menurut Sigit,  konsekuensi penghapusanbukuan hanya tidak ditampilkannya kredit laporan keuangan, dan sifatnya masih potential loss karena hak tagih BPPN terhadap kredit tersebut masih ada. Hak tagih inilah yang pada saat penutupan BPPN pada 2004, dialihkan ke PT (Persero) Perusahaan Pengelola Aset (PAA) yang menampung semua aset BPPN.

“Seingat saya, proses restrukturisasi perbankan semasa SAT berjalan sesuai prosedur dan lancar, dibandingkan periode sebelumnya.  Dengan tuntasnya restrukturisasi itulah, Indonesia kini mempunyai sektor perbankan yang kuat. Sehingga seharusnya SAT perlu diganjar dengan penghargaan,” kata Sigit.

Ia menuturkan, BPPN bukanlah lembaga mengejar untung atau rugi atas dana BLBI yang sudah disalurkan sebagai bantuan dana likuidtas pada krisis dahsyat beberapa waktu lalu.

“Jadi bagi BPPN, ukuran kinerja yang terpenting adalah bagaimana dia bisa sehatkan perbankan. Kedua, adalah recovery rate, mereka tidak diukur untung rugi di situ karena ini bukan lembaga yang mencari untung dan tidak bisa rugi,” ujarnya.

Sigit juga menceritakan bahwa kondisi NPL saat itu juga sangat berbahaya karena sudah mencapai 30 persen.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby