Jakarta, Aktual.com — Perwakilan lembaga pendamping hukum dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Denpasar, Siti Sapura mengaku mendapatkan ancaman dari orang tak dikenal.

Tekanan itu diterima, ketika dia aktif mengungkap dugaan motif pembunuhan terhadap bocah malang ENG. Atas ancaman-ancaman itu, Siti berencana mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

Siti atau biasa disapa Ipung, yang memberikan pendampingan hukum terhadap orangtua kandung ENG, mengaku merasa sangat terganggu dengan teror-teror itu.

Dia mengaku diteror oleh pria yang mengaku bernama Erwin. Dalam sehari, kata Siti, bahkan bisa menerima 20 kali telepon. Peneror kerap menanyakan alamat rumah dan mengaku dari Polda Bali. Pria itu juga selalu mengajaknya bertemu di rumah untuk membicarakan kasus ENG.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, pada dasarnya LPSK terbuka bagi saksi dan korban tindak pidana yang ingin minta perlindungan kepada LPSK. Apalagi, pada kasus ENG, kuat dugaan terjadi tindak pidana penganiayaan terhadap anak hingga menyebabkan kematian. Kasus seperti ini merupakan satu dari beberapa tindak pidana tertentu yang menjadi fokus LPSK.

“Silakan jika ingin minta perlindungan, kita selalu terbuka,” kata Semendawai, Kamis (18/6).

Menurut dia, Pasal 5 Undang-undang No 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, jelas disebutkan, setiap saksi dan korban berhak mendapatkan perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.

Hak dimaksud diberikan kepada saksi dan atau korban tindak pidana kasus tertentu sesuai keputusan LPSK. Untuk itu, Semendawai mempersilakan perwakilan dari P2TP2A yang merasa keselamatannya terancam setelah mengungkap kasus ENG, untuk mengajukan permohonan ke LPSK.

Kemudian, sambung dia, LPSK akan memproses permohonan itu melalui rapat pimpinan. Jika diputuskan diterima, selanjutnya akan diketahui jenis perlindungan seperti apa yang akan diberikan. “Dalam memutuskan nanti, ada hal-hal yang menjadi persyaratan LPSK,” ujar Semendawai.

Persyaratan dimaksud, kata Semendawai, seperti tertuang pada Pasal 28 UU No 31 Tahun 2014, antara lain sifat pentingnya keterangan saksi dan atau korban, tingkat ancaman yang membahayakan saksi atau korban, serta rekam jejak tindak pidana yang pernah dilakukan oleh saksi atau korban.

“Kita mengimbau, jika ada saksi lain yang juga terancam keselamatannya, silakan melapor. Dengan demikian, para saksi bisa merasa aman dan nyaman memberikan keterangan, sehingga kasus meninggalnya ENG ini bisa terungkap,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu