Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta non aktif Mohamad Sanusi menjadi saksi Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja terkait kasus suap pembahasan rancangan peraturan daerah tentang reklamasi di Pengadilan Tindakan Pidana Korupsi, Jakarta, Senin(18/7/2016). Selain Sanusi, anggota DPRD Merry Hotma dan Bestari Barus juga menjadi saksi bos Agung Podomoro Land.

Jakarta, Aktual.com – Tidak adanya landasan hukum Pemprov DKI untuk ‘menciptakan’ kontribusi tambahan yang dibebankan ke pengembang reklamasi Teluk Jakarta, masih terus menuai tanya. Seperti dibeberkan mantan Anggota DPRD DKI M. Sanusi saat memberi kesaksian di persidangan mantan Presdir PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (18/7).

Mantan Anggota Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI itu menuturkan, Pemprov DKI tidak bisa beri jawaban apa-apa saat pihaknya menanyakan dasar hukum Kontribusi Tambahan 15 persen ke pengembang. Dan pertanyaan itu terlontar bukan hanya sekali, melainkan berkali-kali. Kata Sanusi, pertanyaan itu mencuat di dua rapat awal yang membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) antara Pemprov DKI dengan Balegda.

“Mempertajam kata tambahan kontribusi dasar hukumnya apa? Kemudian kita (Balegda) tanya lagi kenapa (besaran kontribusi tambahan) 15 persen? Kenapa nggak 20 persen? Pemprov DKI tidak bisa jawab,” papar politisi Gerindra itu.

Selain tidak memiliki payung hukum, Pemprov DKI yang dimotori Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ternyata juga tidak punya kajian untuk kontribusi tambahan yang disebut dengan istilah ‘barter’ oleh sebuah media nasional itu. Di sinilah dewan khawatir jika pasal kontribusi tambahan bakal bermasalah jika tetap disahkan. Misal jika pengembang tidak bisa memenuhi, di saat lahan pulau buatan sudah diuruk di tengah laut. Alhasil urukan bakal terbuang sia-sia.

Bahayanya lagi, sebagian besar pengembang sudah mengantongi izin pelaksanaan reklamasi sebelum Raperda Pantura sah diketok dewan. “Karena dasar hukumnya tidak ada, menurut kami di dewan (kontribusi tambahan) tidak logis,” beber dia.

Mentok Payung Hukum, Terbitlah Pergub

Mentok di urusan dasar hukum untuk kontribusi tambahan, DPRD DKI kemudian usul agar Pemprov DKI membuat Peraturan Gubernur (Pergub). Harapannya, Pergub bisa mengatur rinci kontribusi tambahan ke pengembang. Tidak tunggu lama, usulan dewan diterima Pemprov DKI. Pergub kontribusi tambahan pun dibuat.

“DPRD bersama eksekutif sepakat maka besarannya diatur dalam Pergub, besaran nilai, cara bayar dan mekanismenya diserahkan kepada Pemprov DKI. DPRD dan eksekutif sudah diketok,” ujar Sanusi dalam keterangannya di persidangan.

Menurut Sanusi, dalam draft pertama Raperda Tata Ruang Pantura, Pemprov DKI tidak menjelaskan ihwal pasal kontribusi tambahan. Namun, dalam draft tersebut sudah tercantum berapa besarannya.

Seperti diketahui, meski belum ada dasar hukum yang melindungi Pasal ihwal tambahan kontribusi ini, Agung Podomoro sudah lebih dulu memenuhinya. Hal ini diakui oleh Kepala Biro Penataan Kota Pemprov DKI Vera Revina Sari. Vera, yang juga pernah dihadirkan dalam sidang Ariesman mengakui bahwa tambahan kontribusi Agung Podomoro sudah digunakan untuk pembangunan Rusun di Daan Mogot dan waduk di Pluit.

“Tahu (tambahan kontribusi dibayar dimuka). Dalam catatan kami ini untuk pembangunan rusun, pembangunan waduk Pluit,” tutur Vera di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/6).

Kesaksian Revina ini justru bertolak belakang dengan apa yang disampaikan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Sebab, sebelumnya DPRD DKI sudah mengusulkan agar tambahan kontribusi tersebut dibayar di muka, namun Ahok menolak. “Gila, kalau seperti ini bisa pidana korupsi,” begitu tanggapan Ahok, sebagaimana tertulis dalam dakwaan Ariesman. (M Zhacky K)

Artikel ini ditulis oleh: