“Membantu Pertamina berarti membantu negara. Membantu Pertamina bukan berarti harus selalu yes man atas langkah orang-orang pertamina. Harus ada usaha agar strategi pengelolaan pertamina untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kalau Pertamina dijualin…. ya jangan!!!”

Kalimat nasihat tersebut diucapkan oleh Mantan Anggota Dewan Energi Nasional yang juga merupakan Guru Besar dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof. Mukhtasor. Beliau juga adalah Dosen Program Studi Ketahananan Energi Universitas Pertahanan.

Mengapa harus menyelamatkan Pertamina? Karena Pertamina merupakan Badan Usaha Milik Negara yang keberadaan dan fungsinya sangat strategis dalam menjaga aset-aset kekayaan negara, berupa sumber daya alam, yang kekayaan itu dipergunakan sepenuhnya demi memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak, yakni untuk sebasar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.

Sejak disahkan sebagai Perusahaan Negara lewat UU No.8 Tahun 1971 tentang Pertamina, sudah banyak kontribusi yang diberikan perusahaan plat merah ini dalam pembangunan negara, yakni mendirikan Rumah Sakit, sarana Jalan Raya, Fasilitas Olahraga, Universitas dan lain sebagainya. Bahkan Pertamina dulunya menjadi pundi-pundi seperempat penerimaan negara lewat APBN.

Setelah diberlakukannya rezim UU No.22 tahun 2002 tentang Migas dan UU No.19 tahun 2003 tentang BUMN, keberadaan Pertamina berangsur-angsur mulai dikerdilkan. Lapangan minyak di Indonesia tak lagi sepenuhnya dikelola Pertamina. Kilang Minyak tak lagi bisa menutupi kebutuhan BBM dalam negeri. Bahkan lebih parah lagi Pertamina terancam diswastakan, alias dijual sahamnya lewat mekanisme IPO. Sebagaimana telah diberitakan bahwa Kementerian BUMN akan melepas 5 subholding Pertamina ke lantai bursa saham.

Meskipun tak dijual perusahaan induknya, namun anak-cucu perusahaan terancam menjadi milik pemodal. Apalagi anak-cucu perusahaan yang akan dijual sangat berhubungan dengan hajat hidup rakyat. Anak-cucu Pertamina berhubungan dengan hajat hidup rakyat yang akan dijual tersebut pada tahun 2021 ini yakni Pertamina Geothermal Energy, Pertamina Hulu Energi, dan Pertamina International Shipping.

Mengapa 3 anak-cucu Pertamina yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak ini kepemilikannya tidak boleh dilepaskan ke pasar saham? Seperti yang kita sama-sama pahami, bahwa pasar saham adalah salah satu bentuk kapitalis yang orientasinya adalah untuk meraup untung sebanyak-banyaknya.

Jika saham 3 anak-cucu Pertamina ini dijual ke publik, maka tak bisa lagi Pertamina Geothermal Energy menjual listriknya dengan harga yang mampu dijangkau rakyat. Maka tak bisa lagi Pertamina Hulu Energi menjual minyak mentah untuk diolah di kilang Pertamina dengan harga ekonomis. Maka tidak akan bisa lagi Pertamina International Shipping mengangkut minyak-minyak yang akan didistribusikan ke Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Pulau Papua dengan ongkos kirim yang murah.

Akan terjadi semua anak-cucu Pertamina itu akan dipaksa menjualnya dengan harga yang akan menguntungkan pemodal. Jika ini terjadi maka komponen harga akan ditambahkan di dalam cost produksi, yang mana akan menyebabkan harga yang dijual ke masyarakat menengah ke bawah menjadi lebih mahal.

Pemerintah masih bisa memberikan tambahan subsidi harga? Ingatlah subsidi harga yang diberikan pemerintah kepada Pertamina hanya akan menjadi tambahan Piutang. Pada tahun 2020 Pertamina memiliki piutang kompensasi harga jual eceran sebesar Rp96 triliun dan utang subsidi BBM Rp13 triliun yang hingga kini belum juga dibayarkan. Piutang tersebut berkontribusi sekitar 60% terhadap kerugian Pertamina.

Perhitungan kerugian tahun lalu nampaknya menjadikan Direksi Pertamina dan Pemerintah lewat Kementerian BUMN mencari jalan singkat bagaimana agar Pertamina mendapatkan tambahan modal untuk mengembangkan bisnis anak-cucu perusahaannya. Tujuan mulia yang diutarakan oleh Menteri BUMN Erick Thohir supaya Pertamina menjadi perusahaan terbuka di era digital seolah ingin membenarkan langkah tersebut, meskipun dicurigai ada tujuan terselubung dari rencana itu. Namun Erick mungkin luput dari sebuah ketentuan bahwa Pertamina berkewajiban untuk menjual barang-barang PSO, supaya rakyat seluruh Indonesia juga bisa ikut menikmati.