Jakarta, Aktual.co — Bagi rakyat Jakarta dan sekitarnya, museum Fatahilah pastilah sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Jakarta bahkan luar Jakarta, museum yang terletak di Kawasan Kota Tua, atau tepatnya di Jalan Taman Fatahillah No. 2, Jakarta Barat. 
Museum yang bernama kan awalnya Balai Kota (Stadhuis) yang diresmikan oleh Gubernur Jendral Abraham Van Riebeeck pada tahun 1710. Pembangunan gedung ini sendiri telah dimulai pada era Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen, pada tahun 1620. Kondisi tanah Jakarta yang labil membuat gedung ini sempat anjlok, sehingga dilakukan beberapa kali usaha pemugaran hingga peresmiannya.
Dan gedung ini juga sempat mengalami beberapa kali peralihan fungsi. Gedung ini pernah berfungsi antara lain sebagai Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat (1925-1942), kantor pengumpulan logistik Dai Nippon (1942-1945), markas Komando Militer Kota/Kodim 0503 Jakarta Barat (1952-1968). Baru pada tahun 1968, gedung secara resmi diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta pada 1968 dan diresmikan sebagai Museum Sejarah Jakarta pada tanggal 30 Maret 1974 oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin.
Di dalam ‘Museum Fatahillah’ ini menyimpan 23.500 koleksi barang bersejarah, baik dalam bentuk benda asli maupun replika. Koleksi ini berasal dari Museum Jakarta Lama (Oud Batavia Museum) yang sebelumnya terletak di Jalan Pintu Besar Utara No. 27, yang saat ini ditempati Museum Wayang. 
Diantara koleksi yang penting untuk diketahui masyarakat adalah Prasasti Ciaruteun peninggalan Tarumanagara, Meriam Si Jagur, Patung Dewa Hermes, sel tahanan dari Untung Suropati (1670) dan Pangeran Diponegoro (1830). Ada pula lukisan Gubernur Jendral VOC Hindia Belanda dari 1602-1942, alat pertukangan zaman prasejarah dan koleksi persenjataan. Selain itu, terdapat koleksi mebel antik peninggalan abad ke-17 hingga abad ke-19, sejumlah keramik, gerabah dan prasasti.
Berbagai koleksi yang ada dipamerkan dalam beberapa ruangan, sesuai periode asalnya. Ruang-ruang pameran yang ada yaitu, Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, 
Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung dan Ruang MH. Thamrin. Pembagian ruangan ini dan penataan koleksi yang ada sangat mempertimbangkan aspek artistik dengan harapan dapat berfungsi seoptimal mungkin sebagai sumber informasi bagi masyarakat. 
Koleksi yang dipamerkan ke publik hanya sekitar 500 buah saja, sedangkan sisanya disimpan dalam ruang penyimpanan. Secara berkala, koleksi ini dirotasi sehingga dapat dilihat oleh masyarakat. Dikutip dari Indonesia Kaya, Jumat (31/10).