Jakarta, Aktual.com — Pakar hukum internasional Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Jawahir Thontowi mengatakan bahwa terorisme tetap mengancam tatanan global selama masih ada ketidakadilan global.

“Berbagai upaya pencegahan kejahatan terorisme yang telah dilakukan saat ini belum berhasil karena belum ditegakkannya keadilan global,” katanya di Yogyakarta, Senin (16/11), menanggapi serangkaian serangan teroris di Paris, Prancis.

Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) itu, selama ini Dewan Keamanan PBB sebagai badan penegak hukum internasional tidak berfungsi efektif dalam menegakkan hukum internasional yang benar dan berkeadilan.

“Dewan Keamanan PBB yang seharusnya hadir dalam menengahi konflik atau perang saudara di Irak dan Suriah justru terkesan diam. Malah negara-negara ‘super power’ terlibat dalam konflik tersebut untuk mengambil keuntungan bagi kepentingan nasional mereka,” katanya.

Selain itu, kata dia, konstruksi hukum internasional terhadap terorisme terlalu luas, sehingga kepastian hukum antara norma hukum terorisme, pemberontak untuk suatu hak kemerdekaan, termasuk menyamakan pengikut ISIS sebagai terorisme dinilai kurang tepat.

“Akibat konsep terorisme yang ambigu tersebut, peluang untuk disalahgunakan secara politis oleh negara adidaya cukup besar,” katanya.

Hal itu dapat merugikan negara-negara ketiga yang miskin, yang notabene adalah negara-negara Muslim seperti Afganistan, Pakistan, Palestina, Irak, dan Suriah yang dengan mudah dapat dijadikan target oleh negara adidaya sebagai teroris.

“Jika masih terjadi defisit kepercayaan terhadap PBB, konsep teroris yang ambigu, budaya hukum internasional yang tidak kondusif, banyak negara-negara yang penduduknya masih tidak terdidik, dan kemiskinan, maka tindakan terorisme tetap mengancam,” katanya.

Menurut dia, serangan teroris di Paris tersebut berimplikasi pada hubungan antara Islam dan Barat. Secara khusus, peristiwa tersebut membuat kaum Muslim khususnya wanita Muslim berjilbab menjadi sangat rentan.

“Sebagaimana pengakuan mahasiswi Muslim berjilbab di Paris yang saat ini menahan diri untuk tidak keluar rumah karena menjadi sasaran ejekan warga setempat,” katanya.

Meskipun demikian, kata dia, hubungan Barat dan Timur tidak akan terganggu karena fenomena teroris bukan lagi dipandang monopoli kelompok Islam fundamentalis, melainkan telah diketahui juga kasus terorisme yang pelakunya non-Muslim.

“Apalagi Indonesia sebagai barometer masyarakat Muslim moderat, maka masyarakat internasional tidak akan merasa terganggu untuk tetap melangsungkan hubungan diplomatik dengan negeri ini.”

Artikel ini ditulis oleh: