Ratusan karyawan melakukan aksi mogok kerja di pelabuhan bongkar muat di Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (28/7/2015).

Jakarta, Aktual.com — Perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT) Pelindo II dengan Hutchison Port Holding (HPH) dinilai telah mengkerdilkan anak bangsa.

Hal ini terkait dengan perpanjangan konsesi JICT dengan perusahaan Hong Kong Hutchison Port Holdings (HPH) menjadi hampir setengah abad (1999-2039). ‘Penjajahan modern’ ini menimbulkan banyak pertanyaan apa sebetulnya urgensi perpanjangan JICT jilid II (2019-2039), sementara tanpa susah payah JICT bisa kembali 100% kepada nasional di tahun 2019.

Dalam keterangan tertulis yang diterima pada Selasa (29/9), Federasi Serikat Pekerja Maritim Indonesia (FSPMI), Federasi Serikat Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FSBTPI), Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) bersama SP JICT, bersepakat untuk menyatukan kekuatan untuk melakukan perlawanan menolak perpanjangan konsesi JICT.

FSPMI, FSBTPI, KPI dan SP JICT dengan tegas menyatakan tiga hal, yaitu; selamatkan asset emas bangsa Indonesia, tolak perpanjangan konsesi dan kembalikan pengelolaan 100% oleh nasional. Kedua, usut tuntas kasus dugaan korupsi perpanjangan konsesi dan tangkap komprador asing pemburu rente di pelabuhan, dan terakhir hentikan union busting di JICT.

Selama 16 tahun dikelola putra putri bangsa, JICT telah menjelma menjadi pelabuhan petikemas terbaik di Indonesia dan Asia. Bahkan, secara kemampuan SDM dan teknologi sangatlah memadai.

Namun, Dirut Pelindo II RJ Lino dianggap menjual aset emas bangsa begitu murah kepada asing, yang mana saat ini JICT dijual USD215 juta, lebih murah ketimbang tahun 1999 sebesar USD243 juta.

Mengenai harga, SP JICT sudah menghitung bahwa nilai wajar JICT telah di ‘mark down’ oleh HPH, Pelindo II dan konsultannya Deutsch Bank. Sehingga, ada justifikasi JICT bisa dijual murah. Perhitungan SP JICT juga sesuai dengan angka yang dihitung oleh Komisaris Pelindo II. Artinya, ada potensi kerugian negara sebesar Rp 2,5 triliun dalam penjualan saham tersebut.

Tak hanya itu, Dirut Pelindo II dinilai telah melangkahi 4 surat menteri yang mengharuskannya tunduk kepada UU pelayaran dengan meminta izin konsesi kepada Kemenhub sebelum perpanjang dengan asing. Perpanjangan konsesi JICT sejak 2012 hanya bermodal opini hukum Jamdatun (Jaksa Agung Muda Tata Negara) untuk dilawan dengan UU Pelayaran.

FSPMI, FSBTPI, KPI, SPJICT dan elemen Buruh Pelabuhan lain siap melakukan aksi industrial bersama untuk memperjuangkan terlaksananya tuntutan.

Artikel ini ditulis oleh: