Jakarta, Aktual.co — Upaya memajukan perkebunan sawit rakyat saat ini masih dibayangi berbagai masalah. Banyak tumpang tindih tata ruang, banyaknya kebun sawit di kawasan hutan, banyak kebun sawit di lahan gambut, persoalan agraria (kepemilikan lahan), penguasaan modal asing, proporsi perkebunan estate dan rakyat. Segala persoalan tersebut dibahas dalam Seminar Nasional di Fakultas Pertanian IPB, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/11).

Dekan Fakultas Pertanian IPB, Dr Ernan Rustiadi mengatakan, politik Indonesia saat ini memberi perhatian yang besar untuk dikembangkannya perkebunan sawit rakyat. Banyak pandangan yang ingin mengurangi porsi penguasaan sawit oleh pihak asing atau korporasi besar.

“Suka tidak suka, persoalan sawit sulit untuk kita tutup mata, kalau tidak dikaitkan dengan politik perdagangan,” kata Ernan dalam seminar yang mengangkat tema “Pengembangan Produksi Kelapa Sawit Rakyat melalui Pembinaan Petani Swadaya”

Ernan menyebutkan, banyak negara yang terancam dan tersaingi dengan semakin kompetitifnya minyak sawit Indonesia. Produksi sawit dalam negeri mencapai 3,5 juta ton per hektar per tahun. Tidak ada minyak nabati lainnya yang bisa menandingi. “Oleh karena itu banyak upaya untuk membatasi masuknya ekspor produk sawit dari kita,” ujar Ernan.

Ernan mengatakan, sistem pertanian kelapa sawit adalah yang terluas dalam mengokupasi lahan pertanian di Indonesia. Sawit telah mencapai 10 juta hektar, jauh melampaui sawah yang luasnya terus menurun, yakni di bawah delapan juta hektar dari hasil proses keseimbangan yang panjang.

“Persoalan lainnya adalah teknologi. Menurut pakar sawit IPB, potensi sawit masih besar. Saat ini produksi sawit masih di bawah yang sebenarnya bisa dihasilkan,” ujar Ernan.

Artikel ini ditulis oleh: