“Dalam konteks PT Freeport yang Kontraknya akan habis selesai pada tahun 2021 divestasi tidak tepat, mestinya tunggu saja hingga tahun 2021 wilayah kerja tambang milik Freeport di Papua akan sepenuhnya kembali ke Pemerintah Indonesia tanpa harus membeli saham Freeport. Pengelolaan selanjutnya bisa oleh BUMN Indonesia yang dapat bekerja sama dengan berbagai pihak. Dengan divestasi justru akan menjebak Indonesia untuk memberikan perpanjangan lagi kepada Freeport,” tegas Bisman.

Berikutnya mengenai Izin Usaha Pertambangan (IUP) berstatus Clear and Clean (C&&). Dari 8.620 IUP masih terdapat sebanyak 2.500 IUP yang belum C&C atau bermasalah dari aspek perizinan.

“Problem IUP non C&C sudah terjadi bertahun-tahun, tiap tahun memang terdapat progres penurunan jumlah IUP yang belum C&C, namun tidak signifikan. Pemerintah harus segera mengambil tindakan tegas terhadap IUP yang belum C&C ini, yaitu dengan pencabutan atau pembatalan izin dan melakukan proses hukum dalam hal terdapat indikasi pelanggaran hukum,” tutur dia.

Adapun mengenai penerimaan negara dari sub sektor minerba, realisasinya sebesar Rp27, 2 Triliun, angka ini masih sangat minimalis jauh dari angka yang ditargetkan yaitu sebesar Rp48,2 Triliun.

“Dari sini terlihat bahwa subsektor Minerba tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan negara. Penerimaan negara dari Minerba tidak sebanding dengan kerusakan alam dan dampak sosial yang ditimbulkan,” ujar dia.

Kemudian terkait Pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri, yang sebenarnya hal ini sebagai wujud amanat Pasal 33 konstitusi UUD Negara RI Tahun 1945 dan UU No. 4 Tahun 2009, sampai saat ini dari 24 smelter yang dibangun baru sebanyak 2 unit smelter yang terselesaikan. Sisanya terancam mangkrak karena derampak inkonsistensi kebijakan Pemerintah yang kembali membuka kran ekspor mineral mentah.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka