Sedangkan AS justru bersikap seperti tidak ada masalah dengan sikap ASEAN. Menlu AS John Kerry, Rabu lalu, mengatakan absennya penyebutan keputusan Den Haag dalam komunike ASEAN tidak mengurangi pentingnya hal tersebut. Bagi Kerry, “tidak mungkin” hasil pengadilan internasional menjadi tidak relevan karena mengikat secara hukum.

Namun pendapat berbeda disampaikan sejumlah pengamat. Yang menilai sikap ASEAN justru bentuk kegagalan Washington menekan sekutunya mendukung ketetapan Den Haag.

“Kasus ini berisiko hanya menjadi catatan kaki karena tidak mempunyai dampak sekuat yang diharapkan komunitas internasional,” kata Greg Poling, pakar Laut China Selatan di lembaga CSIS.

Sambung dia, “Komunitas internasional sudah memilih untuk tetap diam. Mereka seperti menyatakan ‘kami tidak peduli. Kami tidak ingin menuntut China mematuhinya’.”

Sementara itu, Dean Cheng, pakar China di lembaga Heritage Foundation, menduga kandasnya langkah politik AS akibat Washington terlalu hati-hati bersikap keras terhadap Beijing di penghujung masa pemerintahan Barack Obama. Mengingat China merupakan sekutu dalam perdagangan, namun rival dalam politik.

“Di satu sisi, China mengerahkan semua sumber daya di Laut China Selatan, baik secara fisik, politik, maupun diplomatik. Sementara di sisi lain, Amerika Serikat menahan diri mengimbanginya,” kata Cheng. (Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

Antara