Jakarta, Aktual.com — Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat mengatakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tidak pernah mengatur persentase pencairan jaminan hari tua (JHT).

“Tidak ada satu pun pasal dalam UU SJSN yang menyatakan pencairan dana JHT harus 10 persen, 30 persen atau 75 persen. Karena itu, revisi PP Nomor 46 Tahun 2015 tentang JHT yang mengubah 10 persen menjadi 30 persen tidak boleh menjadi harga mati,” kata Mirah Sumirat melalui siaran pers di Jakarta, ditulis Selasa (14/7).

Namun, Mirah mengatakan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dan Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Alvyn G Masassya justru berpendapat PP JHT sudah sejalan dengan UU SJSN.

Mirah juga membantah pernyataan Kemenaker bahwa pembahasan rancangan PP JHT sudah dilakukan di forum tripartit nasional. Menurut dia, risalah rapat tripartit yang ditunjukkan Kemenaker tidak membuktikan adanya pembahasan tersebut.

“Risalah rapat itu hanya menyatakan bahwa seluruh unsur tripartit nasional mendukung segera diterbitkannya PP JHT. Namun, tidak pernah ada pembahasan terhadap isi rancangan PP tersebut,” tuturnya.

Terkait rencana revisi jumlah dana yang bisa dicairkan dari 10 persen menjadi 30 persen, Mirah menilai hal itu menunjukan pemerintah tidak mau menerima aspirasi serikat pekerja.

“Mengapa pemerintah ngotot untuk hanya membayarkan 30 persen? Padahal Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tidak mengamanatkan pembatasan 30 persen itu,” katanya.

Menurut Mirah, seharusnya pemerintah lebih mendengar masukan dari serikat pekerja. Pasalnya, banyak pekerja kontrak dan alih daya yang di-PHK sebelum Idul Fitri, sehingga tidak lagi mendapatkan pesangon dan penghasilan serta tidak dapat memenuhi hidup jelang hari raya.

Artikel ini ditulis oleh: