Presiden RI Joko Widodo (dua kiri) didampingi Menteri BUMN, Rini Soemarno (tiga kanan), Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir (dua kanan) dan Gubernur NTB M Zainul Majdi (kiri) saat meninjau pembangunan proyek "Mobile Power Plant" (MPP) 2x25 MW di areal PLTU Jeranjang, Desa Taman Ayu, Kecamatan Gerung, Lombok Barat, NTB, Sabtu (11/6). Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) berkapasitas daya 2x25 MW tersebut dijadwalkan bisa beroperasi secara maksimal pada akhir Juli 2016 untuk menambah kekurangan pasokan listrik di pulau Lombok. ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/pd/16.

Jakarta, Aktual.com -Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meresmikan tidak kurang dari delapan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), namun anehnya mayoritas dari pembangkit yang telah diresmikan itu, ternyata malah berhenti beroperasi dan dialihkan dengan menggunakan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar.

Sebagaimana diketahui, sejatinya penggunaan gas sendiri merupakan suatu komitmen pemerintah yang memang selain terkait isu lingkungan dengan zat buangnya yang lebih baik dibanding penggunaan Batubara, penggunaan bahan bakar gas juga bertujuan untuk mendorong peningkatan konsumsi gas produk domestik.

Sejak pertama kali Indonesia memproduksi gas, tahun 1970-an, hampir semua produksi dari perut bumi Indonesia, diekspor dan dinikmati negeri lain. Baru kemudian melalui pengaturan Permen ESDM No.03/2010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi Untuk Kebutuhan Dalam Negeri, maka serapan domestik untuk pertama kali melampaui porsi ekspor diangka 53 persen terjadi pada 2013.

Artinya, Indonesia memiliki sumber gas yang berlebih untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Lalu apa pasal beberapa PLTG yang diresmikan Presiden Jokowi malah berhenti beroperasi? Direktur PT PLN, Djoko R. Abumanan menjelaskan, PLTG yang mengalami kendala terhadap pasokan gas itu tersebar di beberapa tempat yang jumlahnya sebesar 500 MW.

Pembangkit yang dibangun itu memang dirancang menggunakan energi primer ganda, yaitu selain menggunakan gas, disediakan juga storage atau alat penampungan BBM jenis Solar. Djoko menegaskan, yang selama ini konsisten menggunakan gas yaitu hanya pembangkit di Belawan karena memang sumber gasnya dapat masuk secara perhitungan keekonomian bisnis.

“Ini ada di Belawan, Nias, Babel, Pontianak, Lombok, Gorontalo. Jadi tersebar lokasinya, sebesar 500 MW. Memang untuk daerah yang sudah ada gas, dia minum gas. Contoh Medan Belawan minum gas, yang belum, dia paketnya bersama storage BBM, jadi dia bisa pake BBM, bisa pake gas. Yang pake gas, baru di Belawan,” kata Djoko.

Adapun kasus PLTG di Benoa, menurut Djoko, memang kontrak perjanjian pembelian gas terhadap Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Gas Bumi telah berakhir sejak Desember 2017.

“Untuk Benoa, itu ada 20 MW, memang disini bisa dual fuel, bisa gas bisa solar. Kontrak gas kami habis Desember 2017,” jelas dia.

Sementara anggota Komisi VII DPR, Bambang Haryadi mencurigai adanya upaya kesengajaan yang menghalang-halangi penyerapan gas oleh pembangkit, dengan melalui Permen ESDM No.45/2017 yang mana karena Permen itu membuat harga jual gas pembangkit menjadi tidak ekonomis bagi Badan Usaha Niaga Gas Bumi.

Baca Selanjutnya…

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Dadangsah Dapunta