Jika berdasarkan hasil perolehan suara pada pemilihan presiden (Pilpres) 2014 lalu, untuk dilakukan simulasi maka Partai Gerindra yang memperoleh 11,81 persen bila berkoalisi dengan Partai Demokrat yang mempunyai perolehan suara sebesar 10,19 persen, maka sudah cukup untuk mengusung pasangan Capres-Cawapres, lantaran telah memenuhi ambang batas 20 persen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pemilu.
Jika Gerindra-Demokrat menjadi satu koalisi, maka artinya ada sekitar empat partai politik yang belum menentukan sikapnya dan dinilai berpeluang membentuk poros ketiga dalam perhelatan Pilpres 2019. Keempat partai tersebut, jika dikalkulasikan dari hasil perolehan suara maka sudah memenuhi ketentuan pengusungan pasangan calon, yakni Partai Amanat Nasional (PAN) 7.59 persen, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 9.04 persen, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 6.79 persen, dan Partai Bulan Bintang (PBB) 1.46 persen dengan total sebesar 24.88 persen.
Maka dengan skema perolehan suara Parpol sangat memungkinkan wacana mengenai poros ketiga akan sangat dapat terwujud. Akan tetapi, persoalan yang kemudian muncul ketika secara resmi dihadapan Presiden Jokowi, Cak Imin selaku ketua umum DPP PKB secara resmi mengumumkan dukungannya terhadap pencalonan kedua kalinya mantan gubernur DKI Jakarta sebagai Capres.
Tentu saja, sikap PKB merubah sedikit banyak peta startegi perpolitikan di para elitnya. Sebab, banyak yang memprediksi bila koalisi yang dibangun Jokowi akan pecah di tengah jalan, terlebih usai pengumuman siapa Cawapres Jokowi nantinya, apakah dari kalangan politikus partai koalisi ataupun professional dalam artian di luar klan partai.
Dengan keluarnya PKB dari simulasi tersebut, artinya tinggal ada tiga partai politik, yakni Partai Amanat Nasional (PAN) 7.59 persen, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 6.79 persen, dan Partai Bulan Bintang (PBB) 1.46 persen. Jika ditotal perolehan suara hanya sebesar 15.84 persen saja alias tidak memenuhi syarat pencalonan.
Hal itu pun diakui Sekertaris Jenderal (Sekjen)  Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengatakan, pihaknya mengakui kalau harapan untuk membuat poros baru kian menipis, setelah mengetahui PKB resmi memberi dukungan ke Jokowi. Sehingga, kini hanya terdapat tiga pilihan, yaitu ke koalisi Jokowi, Prabowo Subianto atau sama sekali tidak menjatuhkan pilihan kepada salah satu calon manapun. Dengan begitu, ia mengurungkan niat unut membentuk poros ketiga yang tadinya telah direncakan secara baik.
“Pilihannya ada 3, bisa ke Jokowi, bisa ke Prabowo bisa tidak Jokowi dan tidak prabowo,” ujarnya saat dihubungi, Minggu, (15/7).
Partai Demokrat, sambung dia, akan memutus sikapnya terkait Pilpres 2019 setelah Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra pada pekan depan. Namun, ia mengaku belum bisa memberikan ihwal detail waktu pertemuan tersebut. Hasil pertemuan itu akan dibawa ke rapat Majelis Tinggi Partai.
“Tunggu hasil pertemuan SBY-Prabowo segera dan kemudian dibawa ke sidang MTP untuk diputus.” Tuturnya.
Sementara itu, Pengamat Politik sekaligus  Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin berpandangan bahwa Pilpres 2019 mendatang hanya aka nada dua pasangan calon (Paslon) saja, yakni Jokowi dan Prabowo.
Menurut dia, dukungan PKB yang telah disampaikan secara resmi oleh Cak Imin selaku ketua umum sangat mempengaruhi konfigurasi perpolitikan, khususnya di tingkat elit partai. Meskipun, sambung dia, kemungkinan PKB merapat sudah menjadi hitungan darin para elit partai.
“Jika melihat konfigurasi politik yang ada, maka kemungkinan Pilpres 2019 hanya akan ada dua pasang calon,” kata Ujang saat dihubungi aktual.com, Selasa (17/7).
Lebih lanjut, ketika ditanyakan ikhwal peluang Parpol yang tersisa seperti PAN, PKS dan PBB akan merapat kemana? Ia menjelaskan kemungkian terbesar dua partai seperti PKS dan PAN tentunya akan sangat besar kemungkinannya merapat dalam koalisi Gerindra nantinya.
“PAN, PKS kelihatannya akan ke Prabowo. Sementara PBB bisa saja ke Jokowi, atau PBB masih sangat mungkin juga ke Prabowo.
 Tidak hanya ya itu, masih dikatakan dia, kemungkinan adanya perubahan koalisi pasca pengumuman Cawapres nanti tidak akan banyak mengalami perubahan signifikan.
Seperti halnya, banyak prediksi jika kemungkinan koalisi Jokowi akan pecah, sangat kecil kemungkinannya.
“Koalisi Jokowi akan tetap solid. Karena sudah saling mengunci dan sudah saling deal. Politik itu soal kekuasaan, soal jabatan. Jika sudah deal terkait (jatah) menteri. Apalagi jatah menterinya banyak dan strategis,” ujarnya.
“Jadi jika partai-partai politik itu sudah deal akan mendapat apa, kapan, dan bagaimana, maka selesai urusan. Walaupun nanti Cawapres Jokowi dari non-parpol,” pungkas Ujang.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang