Sejak dibentuknya UKP-PIP sekitar Juni 2017 unit kerja yang kemudian tidak lama dinaikan statusnya menjadi badan atau setara dengan lembaga/kementerian diklaim sebagai bentuk keseriusan pemerintah atau Negara terhadap perkembangan zaman globalisasi saat ini.
Seperti yang pernah disampaikan salah satu Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP), Andreas Anangguru Yewangoe mengatakan, Pancasila hampir tidak dikenal di Tanah Air. Hal ini disebabkan Indonesia menghadapi ‘serangan’ ideologi asing.
“Dari berbagai survei jelas Pancasila itu hampir tidak dikenal,” katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (6/6).
Nyaris punahnya Pancasila, sambung dia, bisa dilihat dari aturan yang diterapkan di sekolah-sekolah. Misalnya, salah satu sekolah di Sumatera Barat menerapkan aturan tentang larangan bagi siswa/siswi non muslim membaca Pembukaan UUD 1945.
“Guru sekolah tidak mengizinkan anak yang non-muslim membaca pembukaan UUD ini sangat tidak pancasilais, ini contoh kecil tapi dampaknya besar,” sebut dia.
Tidak hanya itu, dapat dikatakan di era pemerintahan Presiden Jokowi isu radikalisme hingga adanya upaya mengganti ideologi Indonesia dengan ideologi Khilafah yang baik dengan sengaja maupun tidak sengaja dialamatkan secara fokus kepada kelompok atau pun agama Islam yang merupakan mayoritas, salah satunya dengan kembali mempertentangkan soal Pancasila yang sejak kemerdekaan sudah final dan mengikat sebagai dasar Negara.
Bahkan, Presiden Joko Widodo mengatakan, Indonesia sedang ditantang oleh sejumlah pandangan dan tindakan yang mengancam kebhinekaan dan keikaan, serta sikap tidak toleran.
Hal itu disampaikan presiden saat memberikan sambutan dalam upacara peringatan Hari Lahir Pancasila di halaman Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Kamis (1/6/2017)
“Dewasa ini, perlu diakui, kehidupan berbangsa dan bernegara kita sedang mengalami tantangan. Sejumlah pandangan dan tindakan yang mengancam kebinekaan dan keikaan kita mulai bermunculan,” kata Jokowi.
Tidak hanya itu, hastag yang sempat mewarnai media sosial (medsos) jelang peringatan hari lahir Pancasila yang bertuliskan ‘Saya Indonesia’, Saya Pancasila’, menjadi peristiwa yang tidak dapat dipisahkan dari sejumlah kejadian saat itu.
Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon secara tegas mengingatkan kepada orang yang berupaya membenturkan Islam dengan Pancasila adalah orang yang tidak tahu sejarah. Umat Islam punya saham besar dalam pembentukan bangsa ini.
“Karena itu para pemimpin, silahkan belajar sejarah bahwa umat Islam punya saham besar dalam pendirian NKRI,” kata Fadli Zon, saat memberikan sambutan dalam acara Reuni Akbar 212 di Monumen Nasional (Monas) Jakarta, Sabtu (2/12/2017).
Fadli Zon juga memberikan apresiasi banyaknya peserta yang hadir dalam acara reuni 212 tersebut. Menurutnya hal ini menentukan bahwa mereka hadir di acara tersebut murni karena keinginan sendiri. Dia juga menyampaikan bahwa reuni 212 ini adalah kegiatan konstitusional, kegiatan yang dijamin konstitusi.
“Pasal 28 bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat,” jelas Fadli.
Politikus Partai Gerinda itu juga menyinggung masalah hukum di Indonesia. Bagi dirinya hukum di Indonesian khususnya tidak boleh memihak kepentingan manapun.
“Saya tegaskan hukum tidak boleh mengabdi kepentingan politik. Apalagi penguasa, kekuasaan itu pasti berganti, ingat tidak ada yang permanen (abadi) kalau keadilan tidak bisa ditegakkan sekarang pasti pasti bisa ditegakkan di kepememipinan lainnya,” pungkasnya.
Kemunculan UKP-PIP yang dirumuskan Yudi Latif diharapkan memberikan gairah lain dalam menangani kekhawatiran terhadap upaya penggerusan Pancasila sebagai ideologi bangsa dengan ideologi asing lainnya.
Polemik Bertubi-tubi
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang