Selama memimpin Indonesia, aroma rezim neolib tampak terasa di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Beberapa kebijakan yang dikeluarkan seperti swastanisasi diberbagai sektor mengindikasikan rezim neolib semakin menguat saat ini.

Seorang Kompasioner, Iyal Seprianto menyebut Indonesia di era Pemerintahan Jokowi-JK semakin liberal, fakta yang tidak perlu dibantah. Tidak ada satupun kebijakan yang lahir kecuali untuk menyenangkan pihak-pihak asing.

Misal, penghapusan subsidi BBM jenis premium, menaikan tarif dasar listrik, menaikan harga gas elpiji, menaikan tarif jalan tol, pajak dan sebagainya, hingga amburadulnya harga bahan pokok masyarakat.

“Semua itu menunjukkan bahwa rezim sekarang adalah rezim neolib tulen, antek negara imperialis!” dalam keterangan tertulisnya.

Tak bisa dipungkiri, sederet kebijakan seperti privatisasi Bandara, Dermaga atau Pelabuhan, Jalan Tol dan penjualan aset-aset BUMN lainnya merupakan cerminan nyata rezim neoliberalisme yang dipraktekkan Jokowi.

Rizal Ramli pun pada November 2017 lalu telah  membeberkan daftar aset infrastruktur tol yang dilepas ke swasta. Sederet infrastruktur jalan tol itu antara lain Jalan Tol Kanci-Pejaga, Pejagan-Pemalang, Pemalang-Batang, Batang-Semarang, Solo-Ngawi, Ngawi Kertosono, Pasuruan-Probolinggo, Tol Bekasi-Cawang Kampung Melayu, dan Tol Bali Mandara.

Sementara untuk infrastruktur pelabuhan, meliputi Pelabuhan Manokwari, Pelabuhan Bitung, Pelabuhan Ternate, Pelabuhan Pantoloan, Pelabuhan Pare-Pare, Pelabuhan Kendari, Pelabuhan Biak, Pelabuhan Fakfak, Pelabuhan Sorong dan Pelabuhan Merauke.

Hal ini menyusul intruksi Presiden Jokowi yang sebelumnya telah memerintahkan kepada BUMN untuk menjual proyek infrastrutktur yang sudah rampung dibangun kepada swasta.

“Saya sudah perintahkan kepada BUMN, kalau sudah membangun jalan tol, sudah jadi, segera dijual,” ujar Jokowi pada 26 April 2017 seperti yang dilansir dari Kompas.com.

Indikasi lain, menguatnya rezim neolib di bawah Jokowi terlihat dari keterbukaan dan ketergantungan pemerintah terhadap kapital asing, khususnya China. Untuk kasus ini modal asing tidak lagi dibatasi bisa 100 persen.

Tidak ada lagi perlakuan berbeda antara modal asing dan domestik. Sebaliknya, China memperoleh perlakuan istimewa, dengan membiarkan ribuan buruh mereka bekerja di Indonesia.

Sementara itu, ketergantungan negara pada utang luar negeri tak terbendung. Desember 2017 lalu, utang pemerintah hampir tembus di angka 4 ribu triliun rupiah.

Ada proyek besar kebijakan pemerintah Jokowi dengan menjadikan asing sebagai pelaku dan penopang utama kewajiban negara dan membangun infrastruktur untuk kepentingan rakyat. Dengan bahasa terangnya, dijual kepada swasta melalui kebijakan Limited Concession Scheme (LCS).

(Wisnu)