Jakarta, Aktual.com – Ekonom senior Rizal Ramli menegaskan, bahwa ekonomi Indonesia di tengah situasi pandemi Covid-19, tidak lebih baik dari kondisi krisis 1998.

Pasalnya, terang dia, ada 44 perusahaan asuransi sekuritas yang saat ini gagal bayar, yang akhirnya berdampak pada ekonomi secara signifikan.

“Ini ibarat petinju kena pukulan langsung goyang. Jadi ini akan lebih sulit, karena pemerintah tidak efektif. Dan ini grafiknya seperti huruf ‘W’ anjloknya bisa lama,” kata Rizal dalam dialog kepada PRO-3 RRI, Rabu (21/10).

Karenanya, Rizal menyarankan, agar pemerintah tidak menganggarkan sejumlah proyek pembangunan dan lebih baik dulu ditahan, seperti proyek infrastruktur jalan hingga program-program lain yang belakangan malah diminta untuk digeber.

Dia pun melihat, dari sejumlah realokasi yang dilakukan kementerian dan lembaga, ada beberapa bagian yang tidak tepat pemanfaatannya.

Padahal, menurut Rizal, seperti saat krisis 1998, pemerintah seharusnya menyetop lebih dulu pekerjaan-pekerjaan besar. Dengan begitu, pemerintah akan memiliki pendanaan yang cukup untuk penanganan Covid-19.

“Jadi kita tidak profit dan malah negatif. Karena tidak ada menteri di kabinet Jokowi yang punya pengalaman, yang ada tuh skandal-skandal. Ditambah bunga hutang kita yang besar,” jelasnya.

Rizal menilai, semestinya di saat-saat pandemi, pemerintah memprioritaskan tiga hal. Pertama, penanganan Covid-19 dari sisi kesehatan. Ia menyebut penanganan ini setidaknya membutuhkan anggaran Rp300 triliun.

“Jadi hajar habis-habisan. Agar ekonomi kita bisa pulih,” ujarnya.

Selanjutnya, fokus kedua adalah pemberian bantuan kepada masyarakat yang berada di kelas ekonomi bawah. Setidaknya, menurut dia, pemerintah membutuhkan anggaran Rp300 triliun untuk menghidupi rakyat selama enam bulan ke depan.

Ketiga, pemerintah harus serius meningkatkan produksi pangan. Rizal mengatakan program ini membutuhkan anggaran Rp200 triliun atau lebih kecil dari fokus lainnya.

“Jadi ini bisa efektif,” ucapnya.

Untuk itu, mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman ini menyatakan, pandemi Covid-19 bukan menjadi faktor penyebab perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Adanya kondisi negatif ekonomi negara lebih disebabkan karena tata kelola yang kurang tepat dari tim ekonomi pemerintah.

“Karena infrastruktur itu tidak langsung terkait dengan kegiatan rakyat, misalnya di Papua dan Kalimantan. Sudah gitu bayarnya pakai hutang malah jadi beban,” paparnya.

“Jadi pemerintah harus membedakan cara memperbaiki ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.(RRI)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Warto'i