Bripka Andry
Logo Polri. DOK/IST

Jakarta, Aktual.com – Bripka Andry Darma Irawan, anggota Brimob Polda Riau yang curhat di media sosial terkait mutasi dan setoran kepada atasannya datangi Mabes Polri.

Hal itu dilakukan Brpika Andry untuk menanyakan tindak lanjut pengaduan yang dilayangkannya kepada Propam Polri. Andry pun ke Mabes Polri didampingi ibundanya.

“Rencana saya ke Mabes Polri beserta ibu (Senin), pagi sekitar jam 10,” kata Andry, Senin (19/6).

Surat Pengaduan DivPropam Mabes Polri dilayangkan oleh Bripka Andry pada Jumat (16/6), di Jakarta.

Pengaduan tersebut terkait penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Kompol PHM, selaku Danyon B Polda Riau dengan wujud telah menerima sejumlah uang setoran dan memerintahkan dirinya untuk mencari uang setoran.

Andry mengatakan surat pengaduan itu ia layangkan juga untuk melengkapi berkas permohonan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

“Hari ini saya juga mau menanyakan kembali perihal permohonan saya ke LPSK,” katanya.

Sebelumnya, Andry curhat di media sosial karena bingung mau kemana untuk mengadu. Ia sudah memohon kepada pimpinan terkait kebingunganya itu.

Ia menyadari bahwa curhatannya itu sudah membuat marah sejumlah pihak di internal kepolisian tempatnya bertugas.

“Banyak yang marah karena saya curhat ke medsos dan media. Saya memohon kepada pimpinan karena saya sudah bingung mau ke mana saya mengadu,” ujarnya.

Andry juga mengaku tidak ada maksud untuk membongkar prakik setor menyetor bawahan kepada atasan. Dirinya juga tidak menolak untuk dimutasi.

Namun, lanjut dia, karena alasan ekonomi dan sedang mengurus ibunya yang sedang sakit. Sehingga Andry meminta pertimbangan dari komandannya.

“Saya coba menghadap Bapak Dansat Brimob bersama ibu ke Pekanbaru. Menjelaskan keadaan saya dan memohon pertimbangan serta bertanya apa salah saya,” kata Andry.

Saat menghadap itu, kata Andry, dirinya mendapat jawaban dari pimpinannya bahwa mutasi dilakukan bukan karena dia bersalah, tetapi terlalu nyaman dan tidak ada kontribusi.

Menanggapi jawaban dari pimpinannya, Andry menjelaskan bahwa dirinya sudah melaksanakan semua perintah Danyon tempat dia bertugas, mulai dari pengajuan proposal pembangunan Polindes sampai diminta mencairkan dana dari luar.

Uang itu, kata dia, ditransfer ke rekening pribadi Danyon sejumlah Rp650 juta dan ada bukti transfernya.

“Beliau (Danyon) menjawab saya tidak ada terima uang itu. Kalau kamu tidak mau dimutasi silahkan mengundurkan diri,” kata Andry mengulang perkataan atasannya.

Andry juga mengungkapkan setoran kepada atasan tersebut bukan hanya dialami dirinya. Tetapi ada banyak yang menyetor hingga ada ada grup yang diberi nama grup freelance.

“Ada enam anggota yang menyetor sejumlah Rp5 juta per bulan per orang untuk bisa bebas tugas dan hanya apel Rabu pagi dan Jumat pagi karena mereka udah usaha,” ujarnya.

Ia juga memastikan setiap pengusaha yang memberikan juga ada setoran ke yang lainnya.

Di sisi lain, Andry berharap dirinya bisa bertemu langsung Kapolri untuk bisa menyampaikan laporan versinya.

Dihubungi terpisah, Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies Bambang Rukminto menilai, persoalan Andry yang tadinya berlawanan dengan atasannya kini menjadi berkembang menjadi polemik dengan institusi, karena banyak oknum yang terlibat dalam setoran dan saling menutupi.

Bambang juga mengingatkan jika Polri ingin berbenah dapat membentuk sistem whistle blower dengan melindungi pelapor di internal.

“Kalau Polri ingin berbenah juga harus dibentuk whistle blower system yang juga melindungi pelapor di internal terkait kecurangan-kecurangan atasan,” ujar Bambang.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu