(ist)

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah dinilai telah menyusun nota keuangan negara tidak didasarkan pada tantangan yang ada, disinyalir esensi kebijakan fiskal yang terdapat dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) untuk tahun 2019 mendatang, lebih kepada mengedepankan aspek kepentingan politik populis dibanding pengelolaan keuangan secara realistis. Akibatnya, neraca perdagangan Indonesia akan semakin mengalami defisit dan menggerus devisa negara. Pada akhirnya nilai tukar rupiah semakin terpuruk, jauh melampaui asumsi yang ada dalam RAPBN.

Baca juga:http://www.aktual.com/pembengkakan-utang-dan-bom-pencitraan-di-akhir-pemerintahan-jokowi-jk/

Dalam RAPBN, asumsi kurs rupiah dipatok pada angka Rp14,400 per dolar Amerika Serikat (AS), inflasi 3,5 persen dengan target tingkat pertumbuhan ekonomi diangka 5,3 persen. Kemudian untuk tingkat suku bunga SPN 3 bulan sebesar 5,3 persen, Indonesia Crude Price (ICP) diperkirakan rata-rata mencapai USD70 per barel, Lifting minyak dan gas bumi diperkirakan masing-masing mencapai 750 ribu barel per hari dan 1250 ribu barel setara minyak per hari.

Baca juga:http://www.aktual.com/bank-indonesia-bakal-perberat-sanksi-pelanggaran-uang-kertas-asing/

#Pokok-pokok Kebijakan RAPBN Tahun 2019 dan Penambahan Utang

Adapun pokok-pokok belanja negara tahun 2019 direncanakan sebesar Rp2.439,7 triliun, yang meliputi Belanja Pemerintah Pusat Rp1.607,3 Triliun dan Transfer ke Daerah serta Dana Desa Rp832,3 Triliun. Dijelaskan oleh Kementerian Keuangan bahwa untuk belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.607,3 triliun akan diarahkan untuk mendorong peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), penguatan program perlindungan sosial, percepatan pembangunan infrastruktur serta reformasi birokrasi.

Untuk peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dikatakan akan difokuskan pada investasi dibidang pendidikan berupa Program Indonesia Pintar dengan 20,1 juta siswa penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Kemudian terdapat juga program penguatan pendidikan vokasi, program beasiswa bidik misi dengan 471,8 ribu mahasiswa penerima, serta program beasiswa melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan.

Sementara terkait penguatan program perlindungan sosial, akan dikucurkan melalui Jaminan Kesehatan bagi 96,8 juta jiwa (PBI JKN); pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), Bansos pangan (15,6 juta KPM), serta Kredit pembiayaan ultra mikro 1,4 juta debitur (akumulasi).

Berikutnya terkait percepatan pembangunan infrastruktur, pada tahun 2019 Pemerintah menegaskan akan melanjutkan target pembangunan di berbagai daerah berupa jalan nasional baru, jalan tol, bendungan, serta jaringan irigasi antara lainnya: Pembangunan/rekonstruksi/pelebaran jalan 2.007 km, irigasi 162 ribu Ha, pembangunan 7.512 unit rumah susun, 4 bandar udara baru, dan 415,2 km’sp. Target tentunya selain melalui belanja kementerian negara/lembaga, dipenuhi pendanaan juga melalui KPBU dan PMN.

Sementara itu, untuk reformasi birokrasi dilakukan melalui peningkatan sarana dan prasarana layanan. Tak kalah penting menurut pemerintah, perlu menjaga tingkat kesejahteraan aparatur negara melalui pemberian gaji 13 dan THR untuk aparatur dan pensiunan, kenaikan gaji pokok dan pensiun pokok rata-rata sebesar 5 persen, dan kenaikan tunjangan veteran sebesar 25 persen.

Jika diperhatikan rencana belanja negara pada tahun 2019 sebesar Rp2.439 Triliun sedangkan perkiraan pendapatan negara hanya Rp 2.142 Triliun yang terdiri dari Pajak Rp1.781 Triliun dan bukan pajak Rp.361 Triliun, maka akan terjadi defisit anggaran Rp.297 Triliun yang rencananya akan ditutupi melalui penambahan utang negara.

Selanjutnya…
#Belanja Pemerintah Tidak Mampu Menjawab Tantangan Ekonomi

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Dadangsah Dapunta