Pekerja menahan kapal yang akan sandar di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Senin (29/11/2021). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menargetkan keikutsertaan para pekerja informal dalam program Bukan Penerima Upah atau BPU meningkat hingga mencapai 43 persen pada tahun 2026. ANTARA FOTO/Reno Esnir/rwa

Palembang, aktual.com – Salah satu serikat pekerja (SP) meminta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJamsostek) memperkuat kerja sama dengan institusi penegakan hukum untuk mendorong kepatuhan perusahaan terhadap perlindungan tenaga kerja.

Ketua Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Sumsel Ali Hanafiah, di Palembang, Minggu, mengatakan pihaknya masih menemukan perusahaan-perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan yang membutuhkan tindakan tegas.

“Kasus penghilangan hak pekerja masih terjadi hingga kini, walaupun UU sudah mengatur bahwa ketentuan untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan itu bersifat wajib,” kata dia.

Ia mengatakan sangat penting saat ini pengawasan hingga ke tatanan terendah oleh pemerintah, mengingat BPJS Ketenagakerjaan tidak memiliki kewenangan untuk mengeksekusi.

Untuk itu, BPJS Ketenagakerjaan harus menggandeng aparat penegak hukum seperti kejaksaan dan kepolisian, karena jika hanya mengandalkan pengawasan dari pemerintah maka dinilai akan kurang maksimal.

“Pegawai negeri sipil yang bertugas mengawasi perusahaan-perusahaan tentunya jumlahnya terbatas. Artinya, BPJS Ketenagakerjaan harus bekerja sama dengan banyak pihak,” kata dia lagi.

Sebagai asosiasi pekerja, KSBSI terus mengedukasi pekerja mengenai hak untuk mendapatkan jaminan sosial ini.

Hanya saja, terkadang peran KSBI ini menjadi terbatas jika perusahaan atau tenaga kerja tersebut tidak menjadi anggota organisasi, katanya pula.

Deputi Direktur BPJamsostek Sumbagsel Surya Rizal mengatakan BPJamsostek menggandeng kejaksaan tinggi (kejati) di lima provinsi yang tersebar di Sumatera Bagian Selatan sebagai upaya meningkatkan kepatuhan perusahaan di wilayah tersebut.

Selama ini pihaknya hanya melayangkan surat teguran, pemanggilan dan cara-cara persuasif lainnya untuk perusahaan yang tidak patuh.

Namun, jika perusahaan tersebut tetap tidak patuh, maka akan dilibatkan kejaksaan, karena jelas dalam aturan hal itu melanggar hukum, kata dia pula.

Sebanyak 1.202 kasus pelanggaran pemberi kerja terjadi di wilayah Sumbagsel per Februari 2021, yang mencakup Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, dan Bangka Belitung.

Ia memerinci lebih dari 50 persen total jumlah kasus tersebut terdapat di perusahaan yang kepesertaannya di Kantor Cabang Jambi.

Sedangkan, untuk wilayah Sumsel tercatat ada 132 kasus pelanggaran yang didominasi oleh perusahaan kepesertaan Kantor Cabang Muara Enim.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Rizky Zulkarnain