(ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Amin Santono, anggota Komisi XI DPR kini tidak lagi berasakan duduk di kursi ‘empuk’ gedung parlemen. Sebaliknya anggota Badan Anggaran (Banggar) dari Fraksi Demokrat ini justru tengah duduk di kursi ‘panas’ gedung pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), tempat dimana para pesakitan pidana korupsi menerima nasib ketuk palu hakim.

Amin kini menjadi terdakwa kasus korupsi lantaran diduga telah menerima suap Rp3,3 miliar yang diberikan Kadis Bina Marga Lampung Tengah Taufik Rahman dan Direktur CV Iwan Binangkit Ahmad Ghiast. Nama terakhir kini telah divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider kurungan 2 bulan.

Uang itu sebagai upaya Amin mengusahakan pengurusan alokasi tambahan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Insentif Daerah (DID) pada APBN Perubahan 2018 untuk Kabupaten Lampung Tengah dan DAK untuk Kabupaten Sumedang.

Sejatinya tidak hanya Amin sendiri. Berdasarkan hasil vonis majelis hakim nama Kasi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan Kemenkeu Yaya Purnomo pun ikut menerima suap. Yaya masih berstatus tersangka.

Awalnya, Amin Santono dikenalkan oleh anaknya, Yosa Octora Santono dengan konsultan Eka Kamaluddin di Kompleks Parlemen DPR RI, Senayan pada 2017. Yosa adalah anak kandung dari Amin sekaligus calon wakil bupati Kuningan dalam pilkada serentak 2018.

Dalam beberapa pertemuan, Amin sepakat dengan usulan Eka untuk mengupayakan beberapa kabupaten atau kota mendapatkan tambahan anggaran dari APBN. Dari situlah, Amin meminta Eka mengajukan proposal penambahan anggaran.

Tak lupa, Amin meminta fee 7 persen dari total anggaran yang nantinya diterima Untuk membantu meloloskan proposal yang diajukan untuk beberapa kota dan kabupaten, Amin dan Eka menemui PNS Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo. Menurut Jaksa, Yaya Purnomo merupakan orang yang akan membantu meloloskan proposal penambahan anggaran. Dalam pertemuan itu, Yaya pun bergabung dalam ‘permainan’ tersebut.

Berdasarkan penuturan Jaksa KPK, Basir dijelaskan kalau suap yang berasal dari Taufik dengan total Rp3,265 miliar terbagi dua bagian, dengan Rp2,8 miliar untuk Amin, sedangkan sisanya yakni Rp465 juta dipergunakan untuk kepentingan Eka. Untuk uang suap dari Ghiast dengan total Rp510 juta di mana Rp500 juta untuk Amin dan Rp10 juta untuk Eka.

Penerimaan uang suap tersebut untuk dua kepentingan pengurusan usulan anggaran dua kabupaten yang bersumber dari pusat. Pertama, uang dari Taufik, agar Amin membantu meloloskan Kabupaten Lampung Tengah mendappatkan anggaran yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp295,75 miliar dan Dana Insentif Daerah (DID) sebesar Rp60 miliar dari APBN 2018.‎

Kedua, uang dari Ghiast agar Amin melalui Eka dan Yaya mengupayakan lolosnya usulan dari Kabupaten Sumedang untuk mendapatkan alokasi tambahan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2018 dengan anggaran Rp25,85 miliar.

JPU Wawan Yunarwanto membeberkan, dalam proses pengurusan sejumlah proposal usulan termasuk Kabupaten Lampung Tengah, Amin juga berkoordinasi dengan anggota Komisi XI sekaligus anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi PAN Sukiman.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby