Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengikuti rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (25/1). Rapat tersebut membahas berbagai agenda seperti Blok Mahakam, Blok Masela, PT Freeport Indonesia, Lapindo hingga fit & proper test anggota BPH Migas. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A./aww/16.

Jakarta, Aktual.com — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said membantah dijanjikan uang dari anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Hanura, Dewie Yasin Limpo.

“Tidak pernah ada komunikasi, jajaran saya juga tidak pernah ada,” kata Sudirman Said saat menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum Kiki Ahmad Yani ketika menjadi saksi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (4/4).

Hanya saja Sudirman tak bisa membantah soal proposal pembangunan pembangkit listrik untuk Kabupaten Deiyai pada rapat kerja, dengan Komisi VII DPR pada 30 Maret 2015.

“Begitu saya terima dokumen saya serahkan ke Sekjen atau Dirjen terkait. Anggota DPR tidak selalu memberikan karena kadang-kadang mendapat titipan dari masyarakat.”

Sudirman Said pun mengaku hanya berkomunikasi dengan Dewie terkait proposal tersebut. “Ada komunikasi tapi belum sempat bertemu di luar persidangan. Proposal juga pernah diberikan ke Pak Dirjen, Pak Rida Mulyana karena bidang yang dikerjakan sesuai dengan bidang tugas Pak Rida.”

Sudirman menyebutkan, komunikasi yang terjadi di dalam rapat pun terkait dengan pemaparan Dewie yang menunjukkan keprihatinan terhadap situasi listrik di Papua.

“Beliau (Dewie) menyampaikan situsai kelistrikan di Papua dan beberapa daerah yang diketahui, tapi saya tidak ingat persis, namun memang Deiyai memerlukan listrik.”

Sudirman bantah mengikuti perkembangan penilaian proposal tersebut di kementeriannya. “Jadi pemahaman saya itu bukan saja harus ada proposal tapi kalau memenuhi syarat lain kita berusaha membantu, kalau memang memenuhi syarat. Setelah syarat dipenuhi secara prosedur berhak dan tidak perlu mengawalan siapapun.”

Atas perbuatan tersebut, Dewie, Bambang dan Rinelda didakwa pasal 12 huruf a pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64 ayat 1 KUHP dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Terkait perkara ini, Kepala Dinas ESDM kabupaten Deiyai, Papua, Irenius Adii dan pemilik PT Abdi Bumi Cendrawasih Setiady Jusuf sudah divonis masing-masing 2 tahun penjara dan pidana denda masing-masing sebanyak Rp50 juta dengan kurungan pengganti denda selama 3 bulan.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Wisnu