Jakarta, Aktual.com – April 2024 menjadi bulan ke-11 berturut-turut yang memecahkan rekor suhu panas tertinggi. Dengan rekor ini, kenaikan suhu rata-rata global dalam setahun terakhir telah mencapai 1,61 derajat celsius lebih panas dibandingkan periode 1850-1900.

Rekor suhu panas pada April 2024 diumumkan oleh Layanan Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa pada Rabu (8/5/2024). Program Copernicus dikenal sebagai penyedia data iklim terbesar di dunia.

Mereka menggunakan miliaran pengukuran dari satelit, kapal, pesawat terbang, dan stasiun cuaca di seluruh dunia untuk prakiraan bulanan dan musiman.

Menurut data Copernicus, suhu global pada bulan April 2024 mencapai 15,03 derajat Celsius, melebihi rata-rata suhu udara permukaan pada bulan April dari periode 1991-2020 sebesar 0,67 derajat Celsius. Dengan catatan ini, April 2024 menjadi bulan kesebelas berturut-turut yang terpanas dalam catatan.

Suhu pada bulan April ini juga melampaui rekor sebelumnya yang terjadi pada April 2016 sebesar 0,14 derajat Celsius. Jika dibandingkan dengan rata-rata historis, suhu pada April 2024 lebih tinggi sebesar 1,58 derajat Celsius.

Analisis data dari Program Copernicus juga menunjukkan bahwa suhu rata-rata global selama 12 bulan terakhir (Mei 2023–April 2024) merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah, yaitu 0,73 derajat Celsius di atas rata-rata tahun 1991-2020 dan 1,61 derajat Celsius di atas rata-rata suhu sebelum Revolusi Industri tahun 1850-1900.

Meskipun kenaikan suhu ini belum permanen, sesuai dengan Perjanjian Iklim Paris 2015, negara-negara diminta untuk mengambil langkah-langkah mitigasi agar kenaikan suhu tidak melampaui 1,5 derajat Celsius untuk mencegah bencana iklim.

Kenaikan suhu di atas ambang ini, menurut para pembuat kebijakan dan ilmuwan, dapat mengancam kehidupan di Bumi.

”Sementara variasi suhu yang terkait dengan siklus alam seperti El Nino datang dan pergi, energi ekstra yang terperangkap di laut dan atmosfer akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akan terus mendorong suhu global menuju rekor baru,” kata Direktur Copernicus Carlo Buontempo dalam pernyataannya.

Suhu tertinggi di atas rata-rata terjadi di kawasan Eropa Timur, sementara di luar Eropa, suhu tertinggi di atas rata-rata tercatat di Amerika Utara bagian utara dan timur laut, Greenland, Asia timur, Timur Tengah barat laut, sebagian Amerika Selatan, dan sebagian besar Afrika.

Analisis dari 115 stasiun pengamatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga menunjukkan bahwa suhu udara rata-rata bulan April 2024 di Indonesia adalah yang tertinggi sepanjang periode pengamatan 1981 atau 43 tahun. Suhu udara rata-rata April 2024 di Indonesia mencapai 27,74 derajat Celsius. Sementara itu, suhu udara klimatologis normal untuk April periode 1991-2020 di Indonesia adalah 26,85 derajat Celsius.

Berdasarkan data tersebut, anomali suhu udara rata-rata pada bulan April 2024 menunjukkan nilai positif sebesar 0,89 derajat Celsius. Anomali suhu udara Indonesia pada April 2024 ini merupakan yang tertinggi sepanjang periode pengamatan sejak 1981.

Suhu udara rata-rata di setiap stasiun pengamatan pada April 2024 juga menunjukkan nilai anomali positif atau lebih tinggi dari rata-rata klimatologisnya. Anomali maksimum tercatat di Stasiun Meteorologi Gusti Syamsir Alam, Kabupaten Kotabaru, yang mencapai 2,2 derajat lebih panas. Sedangkan anomali minimum tercatat di Stasiun Meteorologi Karel Sadsuitubun, Maluku Tenggara, yang mencapai minus 0,5 derajat Celsius.

Suhu Lautan

Menurut data Program Copernicus, El Nino di Pasifik khatulistiwa timur terus melemah menuju kondisi netral, tetapi suhu air laut secara umum tetap pada tingkat yang sangat tinggi.

Rata-rata suhu permukaan laut global pada April 2024 pada 60 derajat Lintang Selatan-60 derajat Lintang Utara mencapai 21,04 derajat Celsius. Rekor suhu ini menjadi bulan ketiga belas berturut-turut, dengan suhu permukaan laut menjadi yang terpanas dalam sejarah.

Pemanasan suhu permukaan dan suhu laut juga berdampak terhadap penyusutan es. Luas es laut Arktik sekitar 2 persen di bawah rata-rata, sementara luas es laut Antartika berada 9 persen di bawah rata-rata, yang merupakan yang terendah ke-10 pada bulan April dalam catatan data satelit, melanjutkan pola anomali negatif besar yang sering terjadi sejak tahun 2017.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Sandi Setyawan